Merantau Membuat Orang Ulet dan Sukses.
Nonton Wayang.
Sabtu dan Minggu kemarin saya kedatangan dua keluarga dari Bintan, mereka sepupuan. Satu keluarga merupakan tetangga saya dulu di Bintan sedang sepupunya baru ditugaskan ke Tanjung Pinang sebagai kepala cabang Bank Sinarmas, masih mudah belum genap 30 tahun, kedua keluarga itu asli orang Yogyakarta.
Lalu sore harinya kami menuju ‘ikon visit Batam 2010’ yaitu Jembatan Barelang yang konon jembatan itu unik dan membuat banyak orang penasaran. Sungguh ramai disana orang yang duduk-duduk, berphoto, berjualan dan sekeder menghabiskan waktu. Namun Jembatan barelang masih sama ketika saya berkunjung yang terkahir sekitar Oktober 2008 yang lalu, baca/klik visit batam 2010, logo sebuah ironi, masih belum banyak berubah. Masih jorok, masih banyak kendaraan yang memarkirkan kendaraan sesuka hati, tidak ada petugas yang dengan sigap dapat menegur orang-orang yang berdiri terlalu pinggir, atau mencoba mencoret-coret ikon itu, souvenir ala Jembatan itu juga tidak ada baik yang berupa patung atau kaos oblong atau lainnya. Pokoknya kesan tentang ‘ikon’ belum hadir disana.
Saya sempat berbincang dengan Pak Syahril seorang penjual kepiting goreng dan sate goreng udang. Akunya ia telah berjualan selama 8 tahun disana, menurutnya belum banyak yang berubah pada ikon itu, lampu jalan saja terkadang hidup terkadang tidak katanya, makanya ia berjualan hanya sampai pukul 6 sore. Sayang ‘ikon visit batam 2010’ itu masih jauh dari harapan. Dua keluarga tamu saya itu, tidak terkesan dengan jembatan itu, akibat penampilannya yang tidak mengesankan, padahal sudah lebih dari 10 tahun.
Malamnya kebetulan ada pertunjukan wayang kulit di area terbuka Pasar Mega Legenda-Batam Centre yang dilaksanakan paguyuban Sragen-Jawa Tengah. Duduklah kami disana sambil makan malam, pilihan kami adalah angkirang (nasi kucing). Baru jam 9 kok hanya tinggal sisa-sisanya saja, maklum banyak sekali orang-orang Jawa selain dari Sragen yang datang. 5 Akringan (nasi kucing) yang berjualan malam itu benar-benar laris manis. Dalam setahun ini orang yang berjualan makanan jenis ini marak betul dan semakin banyak. Menurut data sekitar 30 % penduduk Batam adalah orang Jawa dan itu suku yang tertinggi diantara suku yang lain. Artinya yang memahami dan berminat nasi kucing banyak, makanya bisnis ini kian marak. Kamipun sangat menikmati makanan khas Solo / Yogyakarta itu.
Sekitar pukul 22.30 pertunjukan wayang kulit itupun di mulai, aku sih tak ngerti, karena dalangnya berbahasa Jawa. Penontonnya ada dibelakang panggung dan di depan panggung, para undangan untuk menghormati undangan lainnya dan panitia maka menonton wayangnya dari depan panggung termasuk wakil Gubernur KEPRI, Wakil Bupati Sragen serta beberapa tamu penting lainnya, namun yang paham dan ingin lebih seru menyaksikan jalannya nya mereka menonton dari belakang panggung. Anakku yang nomor dua bergitu semangat untuk melihat pertunjukan wayang itu, ya lumayan sebagai pelajaran dan penambah wawasannya, mestinya pengalaman baru baginya.
Tapi karena kami semua bukanlah pecandu wayang kulit maka sekitar pukul 23 kami sudah meninggalkan tempat pertunjukan wayang kulit itu, sebetulnya pertunjukan wayang kulitnya itulah yang ditunggu-tunggu masyarakat, sambutan sana-sini yang membuat kesal, panjang-panjang pula. Tapi pertunjukan wayang di Batam terasa unik sehingga memberi nuansa baru dan pengalaman batin baru pula. Acara-acara yang dilaksanakan paguyuban atau kelompok etnis tentu saja baik, untuk membangun persaudaraan, silaturrahmi dan menjunjung martabat. Merantau / hijrah ternyata banyak membuahkan orang-orang ulet dan sukses.
Comments