SEBUAH PELAJARAN BERHARGA
Apa jawabannya jika anak bertanya: “Apakah Allah itu Puasa?” Apakah Allah itu pakai Baju?”
Kota kecil Tanjung Uban-Bintan Kepri belum lama dipasang lampu isyarat dipersimpangan jalan, sejak puluhan tahun. Jadi masih banyak pemakai jalan yang belum terbiasa dan patuh pada isyarat lampu jalan, termasuk aku. Kalaupun ada yang patuh hanya dipagi hari saat kesibukan masyarakat dimulai sekitar pukul 06.00 hingga 07.30, itupun karena saat itu banyak polisi berjejer di persimpangan jalan.
Cerita nyata berikut adalah pelajaran yang aku petik dari anakku sendiri, Farras Anruko anak keduaku ini, saat kejadian ini masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK) 0 besar (tahun 2007). Setahuku memang di TK ada pelajaran mengenal secara sederhana berlalulintas/mengenal marka jalan. Kala itu, saat lagi hot-hotnya pelajar berlalulintas, hampir semua marka jalan yang dilihat anakku ditanyakan maknanya kepadaku dan istriku, ada manfaatnya, jadi sama-sama belajar orangtua dan anak.
Ketika lampu merah menyala aku tetap melajukan kendaraan, tiba-tiba anakku berkata, “Yah, kata bu guru lampu merah berhenti, kok ayah jalan terus”. Aku terdiam dan terus berfikir untuk menemukan jawaban yang tepat serta dampaknya jika pelanggaran itu terus menerus aku lakukan dihadapannya. “Ya..Ayah salah nak”, ujarku singkat.
Untungnya saya dan istri selalu berusaha tidak marah dan juga berusaha memberikan jawaban pada setiap pertanyaan anak-anakku. Karena kami khawatir kalau kami tidak melayani dengan baik mereka akan bertanya pada orang lain dan lebih terbuka dan percaya sama orang lain. Banyak juga pertanyaan anak-anak yang perlu kehati-hatian untuk menjawab, misal ketika Farras Anruko nanya kepadaku, “Yah, Allah itu puasa apa nggak?”. Sangat mungkin anak kita bertanya “Allah itu pake baju, apa gak ya?” saat ia anda pakaikan baju sehabis mandi. Sudah tentu kita tak boleh marah karena pertanyaan itu.
Yang kubayangkan adalah dua hal atas pelanggaran yang kulakukan dijalan itu. Pertama secara tidak langsung anakku akan menangkap bahwa ibu gurunya telah mengajarkan sesuatu yang salah, bahwa lampu merah tidak perlu berhenti. Kedua anakku juga mungkin akan menangkap bahwa melanggar adalah hal yang biasa dan tidak ada sangsi/hukuman apapun. BIJAKLAH ANDA
Bagiku dua hal itu, tidaklah sederhana. Anakku akan mulai setengah percaya sama gurunya karena antara yang diajarkan dengan yang dia alami tidak sama. Bagaimana jadinya kalau gurunya tidak dipercayanya. Bayangkan juga kalau sejak kecil dia sudah terbiasa melakukan pelanggaran dan tidak jujur. Alhamdulillah Pelajaran yang sangat berharga, Semoga FARRAS ANRUKO menjadi anak yang tajam pemikirannya, cerdik dan pandai, sholehah, berguna bagi agama dan negara, amiin.
Kota kecil Tanjung Uban-Bintan Kepri belum lama dipasang lampu isyarat dipersimpangan jalan, sejak puluhan tahun. Jadi masih banyak pemakai jalan yang belum terbiasa dan patuh pada isyarat lampu jalan, termasuk aku. Kalaupun ada yang patuh hanya dipagi hari saat kesibukan masyarakat dimulai sekitar pukul 06.00 hingga 07.30, itupun karena saat itu banyak polisi berjejer di persimpangan jalan.
Cerita nyata berikut adalah pelajaran yang aku petik dari anakku sendiri, Farras Anruko anak keduaku ini, saat kejadian ini masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK) 0 besar (tahun 2007). Setahuku memang di TK ada pelajaran mengenal secara sederhana berlalulintas/mengenal marka jalan. Kala itu, saat lagi hot-hotnya pelajar berlalulintas, hampir semua marka jalan yang dilihat anakku ditanyakan maknanya kepadaku dan istriku, ada manfaatnya, jadi sama-sama belajar orangtua dan anak.
Ketika lampu merah menyala aku tetap melajukan kendaraan, tiba-tiba anakku berkata, “Yah, kata bu guru lampu merah berhenti, kok ayah jalan terus”. Aku terdiam dan terus berfikir untuk menemukan jawaban yang tepat serta dampaknya jika pelanggaran itu terus menerus aku lakukan dihadapannya. “Ya..Ayah salah nak”, ujarku singkat.
Untungnya saya dan istri selalu berusaha tidak marah dan juga berusaha memberikan jawaban pada setiap pertanyaan anak-anakku. Karena kami khawatir kalau kami tidak melayani dengan baik mereka akan bertanya pada orang lain dan lebih terbuka dan percaya sama orang lain. Banyak juga pertanyaan anak-anak yang perlu kehati-hatian untuk menjawab, misal ketika Farras Anruko nanya kepadaku, “Yah, Allah itu puasa apa nggak?”. Sangat mungkin anak kita bertanya “Allah itu pake baju, apa gak ya?” saat ia anda pakaikan baju sehabis mandi. Sudah tentu kita tak boleh marah karena pertanyaan itu.
Yang kubayangkan adalah dua hal atas pelanggaran yang kulakukan dijalan itu. Pertama secara tidak langsung anakku akan menangkap bahwa ibu gurunya telah mengajarkan sesuatu yang salah, bahwa lampu merah tidak perlu berhenti. Kedua anakku juga mungkin akan menangkap bahwa melanggar adalah hal yang biasa dan tidak ada sangsi/hukuman apapun. BIJAKLAH ANDA
Bagiku dua hal itu, tidaklah sederhana. Anakku akan mulai setengah percaya sama gurunya karena antara yang diajarkan dengan yang dia alami tidak sama. Bagaimana jadinya kalau gurunya tidak dipercayanya. Bayangkan juga kalau sejak kecil dia sudah terbiasa melakukan pelanggaran dan tidak jujur. Alhamdulillah Pelajaran yang sangat berharga, Semoga FARRAS ANRUKO menjadi anak yang tajam pemikirannya, cerdik dan pandai, sholehah, berguna bagi agama dan negara, amiin.
Comments