ANGKRINGAN
Nasi Kucing
Hari gini…masih ada makan super murah meriah di Batam, gak percaya. Pergilah ke angkirangan, salah satunya yang ada di Hang Lekir Legenda Malaka-Batam Centre. Angkringan berasal dari kata Nangkring (Jawa-Solo) yang artinya kira-kira nongkrong/duduk-duduk. Istriku kan.. orang Solo jadi bisa jelasin ke aku, cerita seputar angkringan ini. Di Batam sepertinya mulai marak sekitar 4 tahun belakangan ini, di Tiban, Tanjung Piayu, depan Hotel Puri Garden, Legenda Malaka Lama dan di Batam Centre.
Konsep makan ala angkringan ini adalah, pada sebuah gerobak dihamparkan berbagai jenis makanan; nasi bungkus padat berukuran cilik / nasi kucing-orang Solo biasa menyebutnya karena ukurannya yang cilik, didalamnya ada sejempol tangan tahu dan sambal. Gudeg bungkus juga cilik, mi goreng cilik, gorengan. Sate terdiri; kepala ayam, kaki ayam, usus ayam, telur puyuh, sosis, kerang, bakso, hati. Gorengan; tahu, tempe, bakwan. Tunggku seperti panggangan sate yang fungsinya untuk memanaskan makanan (sate) jika ingin hangat atau untuk tempat meletakkan ceret guna menjaga air tetap panas. Penerangannya lampu templok yang juga cilik, mata anda tentu harus lebih waspada dan jeli memilih makanan yang lumayan temaram itu. Tapi sungguh asyik…dan santai sambil menyeruput wedang jahe hangat.
Dibelakang atau di depan gerobak angkringan ini digelar tikar tempat duduk/lesehan para penikmat makanan. Para pembeli dipersilahkan memilih/mengambil makanan kegemarannya dan duduk sambil mendengarkan musik bernuansa Jawa. Paling mahal harga makanannya Rp 2500,- , murah sekali bukan?..Eit …Tapi tunggu dulu….
Jika melihat jenis makanan dan porsi yang dijual yang super murah dan berukuran cilik, angkringan ini merupakan jajanan pasar. Kelebihannya anda boleh bolak-balik memilih/mengambil makanan berulang-ulang hingga puas. Hal itu tanpa disadari ongkos yang akan anda keluarkan sama saja dengan ketika makan di rumah makan ala Padang.
Pembelinya umumnya bukan seperti pembeli ala rumah makan yang datang karena lapar/belum makan. Jika di Jawa (Solo tempat berasalnya) pembelinya adalah orang-orang yang ingin menghabiskan waktu seperti kita di warung kopi dan kemudian mahasiswalah para penikmat utamanya. Kalau yang di Batam sepertinya mereka rindu dan ingin bernostalgia pada makanan lama, atau ingin merasakan sensasi cara makan lain yang unik dan berbeda. Rasa dan mutu anda tak perlu ragu, Jawa banget, dan cocok dilidah anda.
Menurut sang penjual mereka buka sehabis maghrib dan tutup sekitar pukul 01 pagi, kalau di Jawa hampir subuh baru bubaran. Akunya lagi sekitar 80% makanan terjual setiap malam. Wah bisnis yang lumayan menjanjikan. Buktinya makin banyak yang membuka usaha sejenis dan bertahan. Saya tanyakan kalau hujan gimana, ya pembelinya bawa pulang, kalau kami sebagai penjual berteduh di bawah tenda ini, sambil menunjuk tenda penutup gerobaknya.
Hari gini…masih ada makan super murah meriah di Batam, gak percaya. Pergilah ke angkirangan, salah satunya yang ada di Hang Lekir Legenda Malaka-Batam Centre. Angkringan berasal dari kata Nangkring (Jawa-Solo) yang artinya kira-kira nongkrong/duduk-duduk. Istriku kan.. orang Solo jadi bisa jelasin ke aku, cerita seputar angkringan ini. Di Batam sepertinya mulai marak sekitar 4 tahun belakangan ini, di Tiban, Tanjung Piayu, depan Hotel Puri Garden, Legenda Malaka Lama dan di Batam Centre.
Konsep makan ala angkringan ini adalah, pada sebuah gerobak dihamparkan berbagai jenis makanan; nasi bungkus padat berukuran cilik / nasi kucing-orang Solo biasa menyebutnya karena ukurannya yang cilik, didalamnya ada sejempol tangan tahu dan sambal. Gudeg bungkus juga cilik, mi goreng cilik, gorengan. Sate terdiri; kepala ayam, kaki ayam, usus ayam, telur puyuh, sosis, kerang, bakso, hati. Gorengan; tahu, tempe, bakwan. Tunggku seperti panggangan sate yang fungsinya untuk memanaskan makanan (sate) jika ingin hangat atau untuk tempat meletakkan ceret guna menjaga air tetap panas. Penerangannya lampu templok yang juga cilik, mata anda tentu harus lebih waspada dan jeli memilih makanan yang lumayan temaram itu. Tapi sungguh asyik…dan santai sambil menyeruput wedang jahe hangat.
Dibelakang atau di depan gerobak angkringan ini digelar tikar tempat duduk/lesehan para penikmat makanan. Para pembeli dipersilahkan memilih/mengambil makanan kegemarannya dan duduk sambil mendengarkan musik bernuansa Jawa. Paling mahal harga makanannya Rp 2500,- , murah sekali bukan?..Eit …Tapi tunggu dulu….
Jika melihat jenis makanan dan porsi yang dijual yang super murah dan berukuran cilik, angkringan ini merupakan jajanan pasar. Kelebihannya anda boleh bolak-balik memilih/mengambil makanan berulang-ulang hingga puas. Hal itu tanpa disadari ongkos yang akan anda keluarkan sama saja dengan ketika makan di rumah makan ala Padang.
Pembelinya umumnya bukan seperti pembeli ala rumah makan yang datang karena lapar/belum makan. Jika di Jawa (Solo tempat berasalnya) pembelinya adalah orang-orang yang ingin menghabiskan waktu seperti kita di warung kopi dan kemudian mahasiswalah para penikmat utamanya. Kalau yang di Batam sepertinya mereka rindu dan ingin bernostalgia pada makanan lama, atau ingin merasakan sensasi cara makan lain yang unik dan berbeda. Rasa dan mutu anda tak perlu ragu, Jawa banget, dan cocok dilidah anda.
Menurut sang penjual mereka buka sehabis maghrib dan tutup sekitar pukul 01 pagi, kalau di Jawa hampir subuh baru bubaran. Akunya lagi sekitar 80% makanan terjual setiap malam. Wah bisnis yang lumayan menjanjikan. Buktinya makin banyak yang membuka usaha sejenis dan bertahan. Saya tanyakan kalau hujan gimana, ya pembelinya bawa pulang, kalau kami sebagai penjual berteduh di bawah tenda ini, sambil menunjuk tenda penutup gerobaknya.
Comments