PASAR BASAH DAN KREATIFITAS

“Ada lontong, ada pecal, ada gado-gado…”

Hari Sabtu atau Minggu adalah kebiasaanku mengantar atau menemani istriku pergi ke Pasar. Zaman sekarang pergi kepasar jauh lebih enak dan santai, tidak perlu mengangkat/menggulung celana/mengangkat sarung (masih ada ya…wanita ke pasar bersarung) karena becek atau banjir, tak perlu menutup hidung karena bau tak sedap, tak perlu melambaikan tangan berkali-kali karena mengusir lalat berterbangan atau karena pengap, panas, tak perlu berulang senggol-sengolan karena semraut dan sempit (baca kumuh kondisi itu semua).

Penataan pasarpun sekarang lebih bersahabat, pasar sekarang lebih enak dan lebih nyaman serta lebih bersih, lantai keramik tapi tentu belum bisa mengalahkan enak, nyaman dan bersihnya mall atau supermarket, tambah dingin AC lagi. Pasar Avava Nagoya dan Mitra Raya Batam Centre tersedia lengkap bahan masakan oriental. Pasar Mega Legenda Batam Centre, Pasar Tiban, Aviari Batu Aji, Pasar Jodoh, Pasar Bengkong Harapan lebih lengkap berbahan masakan Indonesia/tradisional.

Pasar basah (biasa disebut) tetap saja lebih ramai diserbu pelanggan termasuk istri dan aku. Dipasar basah jenis yang dijualpun lebih segar terutama sayuran daging dan ikan. Transaksi lebih bersahabat (dari segi jumlah barang dan harganya-baca boleh ditawar), lebih cincai-cincai kata Orang Cina. Inilah yang tak bisa dilakukan di mall. Terkadang juga di pasar basah malah tak terduga yang dijual dan yang akhirnya dibeli; seperti ada hewan piaraan (burung, kelinci, hamster, ikan hias, batu cincin, alat-alat dari kampung/tradisional-tampah, bakul, kendil, dll), bunga, balon-Orangtua tak mau belikan, anaknya menangis, tukang balonnya tambah keras dan kencang membunyikan balonnya..hee..hee, akhirnya balonnya dibeli agar anaknya berhenti menangis (itulah yang disebut tak direncanakan), tampaknya pasar tempat yang baik melatih anak-anak untuk belajar menyebutkan kebutuhannya sendiri dan melatih kepekaan sosial.

Kalau ke pasar aku terkadang jadi ingat cerita lucu berikut. Ada sepasang suami istri (kakek dan nenek) berjualan. Tiba-tiba sinenek menjerit-jerit sangat kuat. Tentu saja semua orang yang mendengar heran lalu menghampiri dan bertanya pada sang nenek, tak ketinggalan suaminya yang renta, panik.

“ada apa nek?, ada apa nek? ” kata mereka serempak alias kompak.
“Ada lontong, pecal, gado-gado, cenil dan teh manis” jawab sang nenek kalem.
“Ya..si nenek!!!!” mereka menggerutu tapi banyak juga yang memesan jualan nenek.

Ini model kreatifitas nenek, tapi bila aku perhatikan para penjual apapun dipasar punya cara tersendiri untuk kreatif dalam upaya menggaet pembeli dan meningkatkan penjualan. Penjual daging, penjual ayam, dan ikan betapa cekatan dalam menyiangi dan memotong-motong, kalo lambat dtinggal pembeli. Tukang balon juga kreatif didepan anak-anak. Semua tetap sah dan halal meski ada korban-terpaksa membeli sambil marah-marah.

Rupanya kreatifitas tidak mengenal waktu, umur dan tempat, boleh dengan apa saja. Dengan kreatifitas, banyak orang mampu bertahan hidup. Aku termasuk yang suka ke pasar walau capek ngikuti istriku bolak-balik, muter-muter cari harga yang pas walau BETI (beda tipis) harganya. Ya, memang begitulah kalau ibu-ibu belanja, para suami harus sabar.

Comments

Popular posts from this blog

DARAH QURBAN SAPI UNTUK OBAT TELAPAK KAKI

Obat Gangguan Telinga.

KERAJAAN SRIWIJAYA; Minimnya Informasi.