PETROMAK, DIGANTI SETELAH 66 TAHUN.
Itulah yang terjadi pada desaku-Banding Agung namanya. Letaknya di Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dengan ibukota Martapura. Dulunya sebelum dimekarkan masuk dalam kecamatan Buay Madang-Kabupaten Oga Kemering Ulu dengan ibukota Baturaja. Dari Palembang dengan kendaraan umum sekitar 4 jam, jaman dulu bisa juga melalui sungai tapi sejak beberapa tahun lalu sungai itu tidak bisa dilalui lagi kerana surut dan dipenuhi pasir. Cukup dipelosok dan tertinggalnya desa kami itu. Para orang tua dulu jika hendak kekecamatan memakai perahu atau jalan kaki, melalui hutan-hutan lebat yang penuh dengan binatang buas seperti harimau. Jadi ingat tahun 77 harimau suka masuk kampung, dan pernah hendak menjarah kambing kami ditengah malam, untung Bapakku bisa usir tu harimau, dan kambingnya selamat.
Tidak ada jalan darat yang bisa tembus kedesa kami sebelum tahun 80, Namun sejak masuknya transmigrasi sekitar awal tahun 78, dibuatlah jalan tanah yang mendekati desa kami, hingga kini jalan itu belum diaspal. Di sana antara satu desa dengan desa yang lain tidak berhampiran, satu desa bisa dipisahkan oleh hutan, kebun yang luas atau sungai yang cukup lebar, sehingga tak usah dibayangkan pembangunan bisa sampai disana, seperti listrik, air bersih, apalagi telepon. Sekolahnya saja zaman saya kelas 1 hingga kelas IV (kelas V saya sudah di Aceh) seperti kandang kambing, papan lapuk ditambal, atau dibiarkan sehingga semua orang bisa ngintip.
Penerangan menggunakan obor, pelita (teplok). Dulu itu menjadi tugasku untuk menghidupkan lampu pelita itu jika menjelang malam, kelebihan lampu pelita /teplok ini adalah jika kita bangun tidur upils (pake 's' karena banyak) pada menghitam, langas / debu hitam dari lampu itu terhirup, jadilah upils menghitam. Petromak (kami menyebutnya lampu gas) dulu adalah sesuatu yang hebat kala itu, biasanya orang desa kami akan memakai petromak kalau ada acara; tahlilan, kawinan, sedekah, lebaran, hajatan lainnya atau ada tamu dari kota.
Jadi jika ada petromak hidup di salah satu rumah warga desa, maka anak-anak akan senang berarti bakal ada keramaian. Ya maklumlah dulu anak-anak dengan kondisi itu, begitu maghrib ya...dalam rumah saja, karena kurang cahaya alias gelap. Waktu terang bulan adalah juga menyenangkan bagi anak-anak ketika masa saya dulu, karena kampung lebih terang dari biasanya, tak perlu pakai obor atau senter. Nah kebayangkan betapa pelosok dan tertinggalnya kampung kami itu. Masak pakai kayu bakar (suluh, kami menyebutnya), aktifitas semua mangandalkan air (sungai) untuk mandi, cuci, buang hajat dan pergi kesana-kemari menggunakan biduk.
Alhamdulillah tahun 2011 ini, PLN sudah masuk ke desa kami setelah 66 tahun Indonesia merdeka. Kehidupan desa semakin bergeser kearah yang lebih baik. Masuknya listrik juga akan secara perlahan akan merubah pola hidup orang desa kami. Tertu saja pola berfikir dan pola bertindak juga harus semakin baik dan semakin positif seiring semakin banyaknya informasi yang didapat baik melalui TV mamupun HP. Desa ini juga diharapkan semakin ramai, harus diingat orang desa kami ini termasuk yang paling sepi di kecamatan Buay Madang III itu, karena umumnya setamat SD sudah merantau karena SMP di desa kami tidak ada dan atau SMA anak-anak muda merantau mencari penghidupan yang lebih baik sehingga yang tertinggal adalah para orangtua atau anak-anak kecil saja. Mesjidnya sangat menyedihkan karena hanya beraktifitas belum 5 waktu. Jum'at dan hari lebaran mesjid terlihat ada katifitasnya, sedih sekali, semoga masuknya PLN juga mesjid juga jadi hidup dan semakin banyak warga yang sholat berjamaah.
Berharap juga hasil komoditi seperti durian, duku, madu, karet juga semakin meningkat dan terus berkualitas sehingga perekonomian desa dan kesejahteraan warga semakin meningkat pula. Amiiinnn. Semoga bermanfat.
Comments