REUNI KECIL DAN IKAN KAYU.
Seorang teman wanita SMA (Tamsis Arun-Aceh) dulu, datang ke Batam tanggal 4 Februari 2011. Kami bertemu lagi setelah 24 tahun. Terakhir kami ketemu tahun 1986 saat kami menamatkan SMA setelah itu tidak pernah ketemu padahal kami sama-sama kuliah di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, cuma beda fakultas. Kini ia sebagai guru SMK yang berkerudung, istri dari seorang Kepala Dinas (rahasia nama Dinasnya) di Kota Lhokseumawe. Kedatangannya ke Batam bersama rombongan ibu Walikota Lhokseumawe sekitar 31 orang (ibu-ibu PKK). Katanya ini kunjunganya yang ketiga ke Batam.
Temanku SMA (Tamsis Arun-Aceh)yang bekerja di Singapura seorang lelaki, juga datang hari itu untuk menjumpai teman kami dari ACEH itu. Saya sedang di Mesjid Jumat itu, terus-terusan ditelpon sama teman lelakiku itu, namun aku abaikan. Selama bertahun-tahun kerja di Singapura tampaknya ia lupa, hari Jumat dan pukul 12 adalah waktu untuk Sholat Jumat. Setelah Jumatan selesai temanku itu menelpon lagi yang menanyakan posisiku setelah aku tuntun kemana ia harus menuju ketemulah kami di pujasera Muka Kuning Batam, karena aku lagi makan siang disana bersama rekan-rekan kerjaku.
Begitu ketemu dan mengobrol sesaat lalu aku berujar, tempatmu sholat jumat cepat ya selesainya?. Temanku itu tidak menjawab hanya senyum kecil. Lalu kamipun makan siang bersama. Setelah itu kamipun menuju sebuah hotel didaerah Penuin-Batam untuk menemui teman lama SMA yang baru datang dengan rombongan ibu-ibu PKK kota Lhokseimawe. Sebelum bertemu aku sudah menelpon bahwa kami sedang menuju tempatnya menginap. Begitu melihat seorang wanita berkerudung turun dengan eskalator, aku yakin itulah temanku, lalu aku melambaikan tangan tapi ia tidak menghiraukan lalu menekan HP untuk menghubungi seseorang Hpkupun berbunyi saat ia telah berdiri persis dihadapannya.
“Hallo” ujarku, iapun begitu terkejut melihat aku, sambil berujar “ya ampun, aku tak sangka?!!”, lalu mendekat untuk menyalamiku, tapi matanya ke atas melihat rambutku dan terkejut karena aku sudah meninggalkan dunia hitam, maksudnya rambutku. Lalu kami bertiga ngobrol hingga pukul 14.40 dan akupun kembali kerja hingga pukul 17.30. Rupanya kedua temanku itu menjemput aku sore itu dan mengantar aku pulang. Setelah masuk dan duduk tanpa mau menunggu istriku menyiapkan minuman mereka berdua bergegas pergi, untuk jalan-jalan keliling Batam. Keduanya sudah berkacamata yang kelihatannya tidak bisa dilepas lagi. Aku juga berkaca mata tapi masih jarang aku pakai.
Hari Sabtu malam minggu aku ditelepon lagi oleh teman lelakiku, ia minta saya datang ke Hotel tempatnya menginap katanya ada oleh-oleh ‘ungkoet kaye’/ikan kayu,. Ini sebutan untuk ikan tongkol yang setelah direbus dalam keadaan bulat / utuh dan diberi bumbu (garam, perasan jeruk dan lain-lain) lalu dijemur sehingga menjadi keras seperti kayu dan tahan lama. Ungkoet kaye hanya ada di Aceh (ciri khas masakan Aceh), adalah hal biasa ditemukan dipasar-pasar di Aceh orang menjual ‘ungkoet kaye’ yang warnanya putih karena dilumuri tepung. Pada musim tertentu ikan tongkol sangat melimpah disana, entah bagaimana sejarahnya hingga muncullah ide untuk mengawetkan ikan-ikan tongkol yang banyak itu seperti kayu. Jika ingin dimasak ‘ungkoet kaye’ direndam beberapa saat hingga daging ikan itu lembut kembali lalu dipotong/dicabik menjadi kecil-kecil. Rasanya sungguh luar biasa dapat dimasak dengan berbagai variasi masakan (sayur plik, gulai kering, asam pedas). Oleh-oleh yang dibawa dari Aceh itu sudah dimasak, aku tinggal memanaskan lalu dimakan, tapi sayang anak dan istriku belum menemukan kenikmatan pada ‘ungkoet kaye’, kalau lidahku sepertinya sudah tidak menolak lagi, maklum aku pernah lama di Aceh.
Tiba di hotel tempat sahabat lelakiku menginap kamipun mengobrol dan iapun mengajak minum dan makan malam, tapi dengan alasan kami (aku dan istri) baru saja minum dan makan, kami menolak lalu kami berpisah entah untuk seberapa lama lagi. Hari minggu itu teman wanitaku bersama rombongan kembali ke Aceh dan teman lelakiku kembali ke Singapura. Sekitar pukul 7.30 Minggu tanggal 6 Februari 2011, aku mengirim SMS kepada keduanya bahwa aku senang bisa bertemu dengan mereka, semoga sampai dirumah/tujuan dengan selamat. Tentu saja pertemuan/reuni kecil itu sangat berarti dan kami saling berharap kami bahagia dan sukses, amiiin.
Temanku SMA (Tamsis Arun-Aceh)yang bekerja di Singapura seorang lelaki, juga datang hari itu untuk menjumpai teman kami dari ACEH itu. Saya sedang di Mesjid Jumat itu, terus-terusan ditelpon sama teman lelakiku itu, namun aku abaikan. Selama bertahun-tahun kerja di Singapura tampaknya ia lupa, hari Jumat dan pukul 12 adalah waktu untuk Sholat Jumat. Setelah Jumatan selesai temanku itu menelpon lagi yang menanyakan posisiku setelah aku tuntun kemana ia harus menuju ketemulah kami di pujasera Muka Kuning Batam, karena aku lagi makan siang disana bersama rekan-rekan kerjaku.
Begitu ketemu dan mengobrol sesaat lalu aku berujar, tempatmu sholat jumat cepat ya selesainya?. Temanku itu tidak menjawab hanya senyum kecil. Lalu kamipun makan siang bersama. Setelah itu kamipun menuju sebuah hotel didaerah Penuin-Batam untuk menemui teman lama SMA yang baru datang dengan rombongan ibu-ibu PKK kota Lhokseimawe. Sebelum bertemu aku sudah menelpon bahwa kami sedang menuju tempatnya menginap. Begitu melihat seorang wanita berkerudung turun dengan eskalator, aku yakin itulah temanku, lalu aku melambaikan tangan tapi ia tidak menghiraukan lalu menekan HP untuk menghubungi seseorang Hpkupun berbunyi saat ia telah berdiri persis dihadapannya.
“Hallo” ujarku, iapun begitu terkejut melihat aku, sambil berujar “ya ampun, aku tak sangka?!!”, lalu mendekat untuk menyalamiku, tapi matanya ke atas melihat rambutku dan terkejut karena aku sudah meninggalkan dunia hitam, maksudnya rambutku. Lalu kami bertiga ngobrol hingga pukul 14.40 dan akupun kembali kerja hingga pukul 17.30. Rupanya kedua temanku itu menjemput aku sore itu dan mengantar aku pulang. Setelah masuk dan duduk tanpa mau menunggu istriku menyiapkan minuman mereka berdua bergegas pergi, untuk jalan-jalan keliling Batam. Keduanya sudah berkacamata yang kelihatannya tidak bisa dilepas lagi. Aku juga berkaca mata tapi masih jarang aku pakai.
Hari Sabtu malam minggu aku ditelepon lagi oleh teman lelakiku, ia minta saya datang ke Hotel tempatnya menginap katanya ada oleh-oleh ‘ungkoet kaye’/ikan kayu,. Ini sebutan untuk ikan tongkol yang setelah direbus dalam keadaan bulat / utuh dan diberi bumbu (garam, perasan jeruk dan lain-lain) lalu dijemur sehingga menjadi keras seperti kayu dan tahan lama. Ungkoet kaye hanya ada di Aceh (ciri khas masakan Aceh), adalah hal biasa ditemukan dipasar-pasar di Aceh orang menjual ‘ungkoet kaye’ yang warnanya putih karena dilumuri tepung. Pada musim tertentu ikan tongkol sangat melimpah disana, entah bagaimana sejarahnya hingga muncullah ide untuk mengawetkan ikan-ikan tongkol yang banyak itu seperti kayu. Jika ingin dimasak ‘ungkoet kaye’ direndam beberapa saat hingga daging ikan itu lembut kembali lalu dipotong/dicabik menjadi kecil-kecil. Rasanya sungguh luar biasa dapat dimasak dengan berbagai variasi masakan (sayur plik, gulai kering, asam pedas). Oleh-oleh yang dibawa dari Aceh itu sudah dimasak, aku tinggal memanaskan lalu dimakan, tapi sayang anak dan istriku belum menemukan kenikmatan pada ‘ungkoet kaye’, kalau lidahku sepertinya sudah tidak menolak lagi, maklum aku pernah lama di Aceh.
Tiba di hotel tempat sahabat lelakiku menginap kamipun mengobrol dan iapun mengajak minum dan makan malam, tapi dengan alasan kami (aku dan istri) baru saja minum dan makan, kami menolak lalu kami berpisah entah untuk seberapa lama lagi. Hari minggu itu teman wanitaku bersama rombongan kembali ke Aceh dan teman lelakiku kembali ke Singapura. Sekitar pukul 7.30 Minggu tanggal 6 Februari 2011, aku mengirim SMS kepada keduanya bahwa aku senang bisa bertemu dengan mereka, semoga sampai dirumah/tujuan dengan selamat. Tentu saja pertemuan/reuni kecil itu sangat berarti dan kami saling berharap kami bahagia dan sukses, amiiin.
Comments