BAYAR PAJAK.
Bayar pajak kendaraan hingga kini belum bisa dimana saja seperti bayar rumah, bayar listrik dan bayar telepon. Banyak alasan yang bisa dikemukanan untuk membela hal diatas, bayar pajak kendaraan itu tak sama dengan bayar rumah, listrik dan sebagainya karena pajak kendaraan itu murni merupakan pemasukan Pemerintah Daerah.
Sabtu 13 Nopember 2010 yang lalu, berangkatlkah saya dengan anakku yang kedua menuju Tanjung Uban-Bintan menuju polres Bintan, tepatnya dikantor bersama SAMSAT. Pukul 08.00 dengan speedboad kami menyeberang dari punggur Batam menuju Tanjung Uban-Bintan, sekitar 20 menit. Sampai di Tanjung Uban saya dijemput sahabatku M. Fatih, dengan motornya kami langsung menuju Samsat. Sampai disana ternyata listrik mati sejak pagi hari dan teronggoklah kami secara percuma disana hingga pukul 10.00. Sambil menunggu listrik menyala kami ke kantin untuk minum guna menghilangkan rasa bosan menunggu.
Alhamdulillah sekarang pelayanannya sudah lebih baik, cepat dan transparan, bila dibandingkan setahun yang lalu. Banyak sekali pungutan yang tak jelas dan lama dan waktu itu kalau diurus sendiri harus lengkap data pendukungnya, jika tak lengkap tak dilayani, tapi jika mengurus melalui calo tak perlu lengkap yang penting uangnya cukup, langsung dikerjakan dan segera selesai. Tapi kasihan bagi penduduk dari kecamatan lainnya yang harus menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih baru tiba di kantor samsat. Mestinya sudah difikirkan pelayanan jemput bola seperti di Batam yang membuka konter di beberapa tempat strategis seperti di Mall (pusat perbelanjaan). Setelah selesai kami ke pom bensin untuk mengisi minyak motornya Fatih, kemudian kami mengantar anakku ke rumah tetanggaku di Lobam dulu, ternyata dia sudah janjian dengan teman-temannya selama disana dulu.
Lalu kami menuju Pusat Jajanan Serba Ada (PUJASERA) di Lokasi Kawasan Industri Batamindo-Lobam, pujasera ini tempat makan-makan, minum-minum para karyawan yang bekerja disana. Namun sejak tahun 2005 pujasera ini semakin sepi dan semakin begitu terasa berkurang pendapatan para pedagang makanan dan minumannya, akibat jumlah perusahaan yang beroperasi terus berkurang dan jumlah karyawan juga berkurang. Makan sianglah kami disana aku memesan nasi goreng kesukaanku yang ditaburi potongan kecil-kecil daging ayam goreng dan cum-cumi goreng, sambal terasinya juga paling aku suka. Aku juga suka sekali sosial kemasyarakatannya warga di Tanjung Uban dan Lobam karena masih saling tegur sapa dan saling mengenal satu sama lainnya. Tapi bagi karyawan yang di rekrut dari Jakarta atau Bandung biasanya tak betah karena suasananya yang masih sepi dan tidak ada tempat hiburan, masih banyak hutan dan lumayan sepi.
Ada juga manfaatnya aku masih bayar pajak motor ke Tanjung Uban, aku bisa bertemu dan bercerita-cerita dengan sahabat-sahabat lama, aku juga bisa melihat belakang rumahku disana, kebun dan tanaman-tanamanku (mangga, nangka, belimbing wuluh, alpokat, pisang, jeruk nipis, mahkota dewa, kolam ikan), kasihan bakalan bonsaiku terlihat seperti semak belukar. Rupanya yang menyewa rumah itu tidak menyukai kebun, apalagi merawat / membersihkannya. Tetangga sebelah rumahku menjadi berani membuang sampah dikebunku itu, mungkin karena begitu praktis, tinggal disapu dari halaman samping rumahnya. Ah..kenapa begitu ya...??. Dulu tidak seperti itu.
Sore itu juga aku bersama anakku kembali ke Batam, kelihatan ia masih ingin bermain apalagi masih ada satu temannya yang belum ketemu. Ia begitu capeknya bermain, ketika singgah dirumah Fatih yang hanya sekitar satu jam iapun tertidur, rupanya mudah tertidur yang biasa aku alami telah menular dengan baik padanya, dengan terpaksa jam 15.00 aku bangunkan untuk mengejar jadwal penyeberangan speedboad agar tak tertinggal. Alhamdulillah, sampai dengan selamat dirumah. Cukuplah waktu yang singkat itu bagiku dan anakku untuk terus menjaga silaturrahim dengan sahabat-sahabat lama.
Comments