PEMANDANGAN KONTRAS.
Ya..Allah jadikanlah didalam hatiku cahaya....
Saya, lagi-lagi tidak bermaksud mengajari, tapi sekedar saling mengingatkan terutama untuk saya sendiri, dan siapapun yang membaca tulisan ini. Ada pemandangan kontras di subuh hari yang selalu terlihat ketika menuju mesjid. Pemandangan kontras yang saya maksud adalah tentang dua orang kakek, yang pertama sebut saja Kakek Bedu dan yang kedua sebut saja kakek Budi.
Keduanya sudah berumur, itu terlihat dari keriput diawajah dan kulit mereka yang sudah mengglambir dan kempotnya kedua pipi mereka. Ukuran tubuh/perawakan keduanya tidak jauh berbeda, kecil, pendek dan warnah kulitnya juga tidak berbeda, coklat tua, keduanya secara fisik terlihat masih kuat. Subuh keduanya juga sudah bangun untuk beraktifitas, keduanya juga beragama Islam. Lalu apa yang berbeda kontas dari keduanya?.
Kakek Bedunya setiap subuh bangun untuk menyiapkan kayu-kayu lalu membakarnya pada tungku yang akan digunakan untuk memasak beras, serta sayuran, lauk pauk untuk dijual siang hari. Sebetulnya rumah tempat kakek Bedu untuk memasak dengan kayu bakar, tidaklah sesuai lagi, rumahnya permanen. Diperumahan lagi dan terasnyalah yang jadi korban, karena dengan perumahan yang sistim bedeng dan samping kiri kanan serta muka belakang yang dempet satu sama lain, tidak memungkinkan bagi kakek Bedu memasak didapur yang begitu mungil, bisa-bisa asap dari kayu bakar itu bikin pingsan sang nenek yang juga ikut memasak.
Namun kakek Bedu setiap azan subuh berkumandang terlihat tidak menggubrisnya, maksud saya ia tetap sibuk dengan dunia masak memasak, ia tampaknya tidak tertarik ikut sembahyang subuh berjamaah ke mesjid (semoga kakek Bedu Sholat di rumahnya), padahal jarak rumahnya ke mesjid tidak sampai 200 meter. Sungguh belum pernah ia terlihat berjamaah dimesjid. Kakek Bedu benar benar sibuk dengan urusan keduniannya, yaitu berjualan makanan untuk para pengojek, pekerja bengkel dan orang-orang yang lalu lalang lainnya disekitar tempat berjualannya. Ia berjualan bersama istrinya, padahal usianya telah senja yang seharusnya lebih berfikir untuk akhirat.
Sedangkan kakek Budi, subuh juga sudah bangun dan beraktifitas untuk bergegas berangkat menuju mesjid diremang-remangnya malam, sepertinya ia sadar betul untuk terus beribadah dan selalu berusahaa sholat berjamaah di mesjid, sehari-harinya selalu berpakaian ala orang pakistan, peci dan tasbih selalu tak lepas dari tangannya. Walau beberapa kali ia datang / tiba dimesjid dalam keadaan sholat sudah bubar/selesai. Beberapa kali pula saya memberi tumpangan dan berusaha mengajaknya berbincang selama diatas motor, tapi selalu saja tak maksimal karena sepertinya kakek Budi kurang mendengar ucapanku, saya harus berulang menyebut satu kalimat. Ia tinggal bersama anaknya dan terlihat tidak memiliki kegitan rutin yang menyita waktunya, sehingga sholat ke mesjid selalu ia lakukan setiap waktu sholat tiba. Kakek Budi terlihat berusaha menomorduakan dunia, mungkin karena ia sadar waktu baginya tinggal sedikit. Mungkin kakek Budi tahu betul tentang hal berikut;
Dengan kasih sayang-Nya, Allah SWT memerintahkan kita untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah. Dalam kegelapan yang sempurna, Rasulullah SAW mengajak kita berjalan ke masjid memenuhi panggilan Ilahi yang terungkap lewat kumandang adzan. Ketika momen itu berlangsung, dalam setiap langkah kaki, Allah SWT akan menggugurkan satu dosa serta mengangkat kita satu derajat (HR Bukhari Muslim). Ketika itu pula, Allah SWT menaburkan cahaya-cahaya terang yang akan menerangi jiwa orang-orang yang memenuhi panggilannya. Tahukah Anda bahwa peristiwa itu terjadi setiap hari, di pagi hari.
Karena itu, Rasulullah SAW mengajari kita sebuah doa, saat kita berjalan ke masjid di waktu malam dan pagi hari, Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya. Di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya, dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya dan jadikanlah aku cahaya (HR Muslim dan Abu Dawud).
Hidup seringkali terlihat begitu kontras, karena cara berfikir, cara kita bertindak serta pilihan hidup yang kita lakukan. Sayang aku belum bisa mengajak Pak Bedu untuk berdiskusi, minimal sekedar mengetahui mengapa ia begitu sibuknya mengurus dunia masak memasaknya. Apakah karena kesibukan kita tidak lagi peduli untuk sholat, saya sering sekali menegur istri dan anakku yang tertua untuk tidak memperlambat sholat, karena bagiku jelas seandainya Allah memperlambat nafas kita bagimana? Itu sebuah kenikmatan yang jika diperlambat kita sangat tersiksa. Semoga aku, istriku, anaku atau siapapun yang membaca tulisan ini bukan digolongkan pada orang-orang yang hanya sibuk pada dunia, dan tidak melupakan akhirat, AMIIIN.
Saya, lagi-lagi tidak bermaksud mengajari, tapi sekedar saling mengingatkan terutama untuk saya sendiri, dan siapapun yang membaca tulisan ini. Ada pemandangan kontras di subuh hari yang selalu terlihat ketika menuju mesjid. Pemandangan kontras yang saya maksud adalah tentang dua orang kakek, yang pertama sebut saja Kakek Bedu dan yang kedua sebut saja kakek Budi.
Keduanya sudah berumur, itu terlihat dari keriput diawajah dan kulit mereka yang sudah mengglambir dan kempotnya kedua pipi mereka. Ukuran tubuh/perawakan keduanya tidak jauh berbeda, kecil, pendek dan warnah kulitnya juga tidak berbeda, coklat tua, keduanya secara fisik terlihat masih kuat. Subuh keduanya juga sudah bangun untuk beraktifitas, keduanya juga beragama Islam. Lalu apa yang berbeda kontas dari keduanya?.
Kakek Bedunya setiap subuh bangun untuk menyiapkan kayu-kayu lalu membakarnya pada tungku yang akan digunakan untuk memasak beras, serta sayuran, lauk pauk untuk dijual siang hari. Sebetulnya rumah tempat kakek Bedu untuk memasak dengan kayu bakar, tidaklah sesuai lagi, rumahnya permanen. Diperumahan lagi dan terasnyalah yang jadi korban, karena dengan perumahan yang sistim bedeng dan samping kiri kanan serta muka belakang yang dempet satu sama lain, tidak memungkinkan bagi kakek Bedu memasak didapur yang begitu mungil, bisa-bisa asap dari kayu bakar itu bikin pingsan sang nenek yang juga ikut memasak.
Namun kakek Bedu setiap azan subuh berkumandang terlihat tidak menggubrisnya, maksud saya ia tetap sibuk dengan dunia masak memasak, ia tampaknya tidak tertarik ikut sembahyang subuh berjamaah ke mesjid (semoga kakek Bedu Sholat di rumahnya), padahal jarak rumahnya ke mesjid tidak sampai 200 meter. Sungguh belum pernah ia terlihat berjamaah dimesjid. Kakek Bedu benar benar sibuk dengan urusan keduniannya, yaitu berjualan makanan untuk para pengojek, pekerja bengkel dan orang-orang yang lalu lalang lainnya disekitar tempat berjualannya. Ia berjualan bersama istrinya, padahal usianya telah senja yang seharusnya lebih berfikir untuk akhirat.
Sedangkan kakek Budi, subuh juga sudah bangun dan beraktifitas untuk bergegas berangkat menuju mesjid diremang-remangnya malam, sepertinya ia sadar betul untuk terus beribadah dan selalu berusahaa sholat berjamaah di mesjid, sehari-harinya selalu berpakaian ala orang pakistan, peci dan tasbih selalu tak lepas dari tangannya. Walau beberapa kali ia datang / tiba dimesjid dalam keadaan sholat sudah bubar/selesai. Beberapa kali pula saya memberi tumpangan dan berusaha mengajaknya berbincang selama diatas motor, tapi selalu saja tak maksimal karena sepertinya kakek Budi kurang mendengar ucapanku, saya harus berulang menyebut satu kalimat. Ia tinggal bersama anaknya dan terlihat tidak memiliki kegitan rutin yang menyita waktunya, sehingga sholat ke mesjid selalu ia lakukan setiap waktu sholat tiba. Kakek Budi terlihat berusaha menomorduakan dunia, mungkin karena ia sadar waktu baginya tinggal sedikit. Mungkin kakek Budi tahu betul tentang hal berikut;
Dengan kasih sayang-Nya, Allah SWT memerintahkan kita untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah. Dalam kegelapan yang sempurna, Rasulullah SAW mengajak kita berjalan ke masjid memenuhi panggilan Ilahi yang terungkap lewat kumandang adzan. Ketika momen itu berlangsung, dalam setiap langkah kaki, Allah SWT akan menggugurkan satu dosa serta mengangkat kita satu derajat (HR Bukhari Muslim). Ketika itu pula, Allah SWT menaburkan cahaya-cahaya terang yang akan menerangi jiwa orang-orang yang memenuhi panggilannya. Tahukah Anda bahwa peristiwa itu terjadi setiap hari, di pagi hari.
Karena itu, Rasulullah SAW mengajari kita sebuah doa, saat kita berjalan ke masjid di waktu malam dan pagi hari, Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya. Di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya, dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya dan jadikanlah aku cahaya (HR Muslim dan Abu Dawud).
Hidup seringkali terlihat begitu kontras, karena cara berfikir, cara kita bertindak serta pilihan hidup yang kita lakukan. Sayang aku belum bisa mengajak Pak Bedu untuk berdiskusi, minimal sekedar mengetahui mengapa ia begitu sibuknya mengurus dunia masak memasaknya. Apakah karena kesibukan kita tidak lagi peduli untuk sholat, saya sering sekali menegur istri dan anakku yang tertua untuk tidak memperlambat sholat, karena bagiku jelas seandainya Allah memperlambat nafas kita bagimana? Itu sebuah kenikmatan yang jika diperlambat kita sangat tersiksa. Semoga aku, istriku, anaku atau siapapun yang membaca tulisan ini bukan digolongkan pada orang-orang yang hanya sibuk pada dunia, dan tidak melupakan akhirat, AMIIIN.
Comments