BELUM CUKUP UMUR.
“Eh..kemana, kok tak kelihatan disekolah hari pertama” ujar istri saya kepada seorang temannya.
“Iya..si Bagas, umurnya belum cukup,..nanti hari Jum’at mulai masuk”.
“Memangnya hari Jum’at, umur si Bagas sudah cukup umurnya”
“Belum sih…”. Sambil tertawa dan istri sayapun ikut tertawa karena sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Na..begitulah, salah satu potret dunia pendidikan di Batam.
Di Batam sudah sejak lama digembar-gemborkan kalau umur anak belum 7 tahun tidak bisa masuk SD Negeri, itu katanya ketentuan dari diknas Batam, untuk sekolah swasta tak berlaku. Namun kenyataannya banyak ditemukan di beberapa SD Negeri Batam, anak-anak yang belum genap 7 tahun sudah bersekolah. Umumnya mereka adalah anak guru, anak pejabat, anak anggota dewan, anak para orang tua yang berdinas dalam dunia pendidikan dan atau anak orang-orang berduit.
Peraturan dan kebijakan yang diterbitkan seringkali malah membuat celah untuk dilanggar oleh koneksi dan uang. Semakin banyak aturan dan semakin banyak yang dilanggar / tidak lengkap maka itu selalu memungkinkan untuk dibicara dengan duit. Jadi ingat koran ‘WASPADA’ yang terbit di Medan. Dulu dikoran ini sering terbaca SUMUT adalah singkatan dari Semua Urusan Memakai Uang Tunai. Memang tidak semua masalah dipecahkan dengan uang tunai tapi koneksi dan jabatan bisa juga memecahkan masalah.
Kenapa setiap dimulainya tahun ajaran baru anak sekolah selalu ribut, dan anehnya ribut-ribut itu selalu berulang, tak pernah benar-benar tuntas atau selesai. Ada lagi yang menggelitik para pemerhati pendidikan, terutama para orangtua anak, mengenai kurangnya kelas/daya tampung dan tidak adanya lahan untuk sekolah di Batam. Apa tanggapan mereka tentang hal ini.
“Yang mengurus Batam ini orang-orang hebat dan terpelajar semua. Masak dari dulu hingga sekarang masalahnya selalu kurang kelas / daya tampung”.
“Soal daya tampung itukan seharusnya bisa diprediksi jauh-jauh hari oleh Pemko dan atau Diknas”
“Batam ini aneh, lahan untuk ruko ada tapi untuk sekolah tidak ada”.
Ini mungkin dikarenakan begitu banyaknya ruko, dan banyak pula yang kosong, sehingga pernah terlontar untuk menggunakan ruko-ruko kosong itu jadi sekolah. Dan memang sudah ada SMK yang berhasil memanfaatkannya, salah satunya di Batam Centre. Mustahil pembangunan kota Batam tanpa rencana, apalagi rencana untuk sekolah. Karena sejatinya penduduk Batam adalah orang-orang muda atau pasangan muda yang tentu memiliki anak dan anak-anak itu umumnya usia sekolah. Ya seharusnya masalah sekolah sama seriusnya dengan masalah lain, lihatlah betapa banyak orang tua yang harus cuti bahkan bolos dari pekerjaannya karena berbagai permasalahan sekolah yang dihadapi anaknya, mulai dari memilih sekolah, pendaftaran, buku, seragam dan banyak lagi.
Kenapa lahan untuk ruko atau bisnis selalu ada, untuk sekolah susahnya minta ampun.Mungkin ruko-ruko yang banyak kosong itu diganti sekolah saja.
“Iya..si Bagas, umurnya belum cukup,..nanti hari Jum’at mulai masuk”.
“Memangnya hari Jum’at, umur si Bagas sudah cukup umurnya”
“Belum sih…”. Sambil tertawa dan istri sayapun ikut tertawa karena sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Na..begitulah, salah satu potret dunia pendidikan di Batam.
Di Batam sudah sejak lama digembar-gemborkan kalau umur anak belum 7 tahun tidak bisa masuk SD Negeri, itu katanya ketentuan dari diknas Batam, untuk sekolah swasta tak berlaku. Namun kenyataannya banyak ditemukan di beberapa SD Negeri Batam, anak-anak yang belum genap 7 tahun sudah bersekolah. Umumnya mereka adalah anak guru, anak pejabat, anak anggota dewan, anak para orang tua yang berdinas dalam dunia pendidikan dan atau anak orang-orang berduit.
Peraturan dan kebijakan yang diterbitkan seringkali malah membuat celah untuk dilanggar oleh koneksi dan uang. Semakin banyak aturan dan semakin banyak yang dilanggar / tidak lengkap maka itu selalu memungkinkan untuk dibicara dengan duit. Jadi ingat koran ‘WASPADA’ yang terbit di Medan. Dulu dikoran ini sering terbaca SUMUT adalah singkatan dari Semua Urusan Memakai Uang Tunai. Memang tidak semua masalah dipecahkan dengan uang tunai tapi koneksi dan jabatan bisa juga memecahkan masalah.
Kenapa setiap dimulainya tahun ajaran baru anak sekolah selalu ribut, dan anehnya ribut-ribut itu selalu berulang, tak pernah benar-benar tuntas atau selesai. Ada lagi yang menggelitik para pemerhati pendidikan, terutama para orangtua anak, mengenai kurangnya kelas/daya tampung dan tidak adanya lahan untuk sekolah di Batam. Apa tanggapan mereka tentang hal ini.
“Yang mengurus Batam ini orang-orang hebat dan terpelajar semua. Masak dari dulu hingga sekarang masalahnya selalu kurang kelas / daya tampung”.
“Soal daya tampung itukan seharusnya bisa diprediksi jauh-jauh hari oleh Pemko dan atau Diknas”
“Batam ini aneh, lahan untuk ruko ada tapi untuk sekolah tidak ada”.
Ini mungkin dikarenakan begitu banyaknya ruko, dan banyak pula yang kosong, sehingga pernah terlontar untuk menggunakan ruko-ruko kosong itu jadi sekolah. Dan memang sudah ada SMK yang berhasil memanfaatkannya, salah satunya di Batam Centre. Mustahil pembangunan kota Batam tanpa rencana, apalagi rencana untuk sekolah. Karena sejatinya penduduk Batam adalah orang-orang muda atau pasangan muda yang tentu memiliki anak dan anak-anak itu umumnya usia sekolah. Ya seharusnya masalah sekolah sama seriusnya dengan masalah lain, lihatlah betapa banyak orang tua yang harus cuti bahkan bolos dari pekerjaannya karena berbagai permasalahan sekolah yang dihadapi anaknya, mulai dari memilih sekolah, pendaftaran, buku, seragam dan banyak lagi.
Kenapa lahan untuk ruko atau bisnis selalu ada, untuk sekolah susahnya minta ampun.Mungkin ruko-ruko yang banyak kosong itu diganti sekolah saja.
Comments