PEMILU dan BEGINILAH POTRET KITA.



Pemenang siap-siap menyusun strategi Menuju PILGUB.

Pagi tanggal 05 Januari 2011 itu, saya dan istri sedang siap-siap untuk menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) pemilihan Walikota Batam. Tetangga kami yang baru turun dari kendaraannya lalu menyapa;
“Pak, sudah nyoblos?”.
“Belum, ini kami lagi siap-siap mau pergi”.
“Saya sudah”, sambil menunjukkan tinta di kelingkingnya, sebagai tanda bahwa sudah memilih. Lalu katanya “saya milih yang nomor tiga Pak , itu abang saya”. Saya kebetulan tak begitu ingat pasangan itu dan saya tahu maksudnya, untuk mengarahkan saya memilih nomor yang disebutnya.
“Bapak milih dimana?”.
“Tu dibelakang”, sambil menunjuk lokasinya, dibelakang perumahan kami. Lalu lewatlah dua orang, saya tegur sambil berujar.
“Pak sudah memilih?”.
“Tidak pak, tidak ada duitnya”. Kamipun tertawa bersama entah serius entah main-main jawaban orang itu, walaupun begitu ini adalah kenyataan. Teman kerja saya diberi uang, uangnya diambil tapi tak milih calon yang ditunjuk pemberi uang, pintar.

Setelah itupun  saya dan istri berangkat menuju TPS, setelah memilih saya dan istripun menuju satu tempat untuk membeli sesuatu. Tak lama HP saya berbunyi, seorang keluarga menelpon yang katanya tidak mendapatkan undangan untuk memilih, padahal selama bertahun-tahun di Batam bila ada pemilu selalu menggunakan hak pilih, entah mengapa kali ini tak dapat undangan, iapun tak mempersoalkan, ia tak merasa rugi?.

Lain lagi teman dan beberapa tetangga yang tidak ikut menggunakan hak pilihnya karena katanya, hari yang diliburkan ini digunakan untuk jalan-jalan bersama keluarga ke mall. Pemilu sengaja ditetapkan pada hari biasa dan ditengah minggu supaya lebih banyak warga yang mau / bersedia menggunakan hak pilih, tapi malah pergi ke mall untuk menyenangkan atau penyegaran diri.

Yang satu ini lain lagi alasannya (anak-anak kos), Tak pergi ke TPS karena kawan-kawannya tak mau pergi, karena tidak ada kawan hak pilihnya dibiarkan sia-sia. Malas bangun, enakkan tidur.  Ada segerobolan anak-anak muda keturunan Cina, malah gak peduli asyik dirumah ngobrol dengan bahasa mereka. Ada juga malas pergi atau tidak menggunakan hak pilih karena menurutnya, tidak satupun dari calon walikota dan wakil walikota itu yang ia kenal, tidak pula pernah mengunjungi perumahan kami, bertahun-tahun ikut pemilu tidak pernah ada perubahan, janji tinggal janji. Ada yang tidak merasa yakin dengan calon-calon yang ada, terutama soal korupsi. Nah..Kalau dikenal semua dan kenal dekat semua, tentu repot juga untuk menentukan pilihan, akhirnya tak milih atau malah dilubangi / dicoblos semua, Bingung juga kan?.

Ketika perhitungan dilakukan, kertas suara yang berisi gambar-gambar calon, semua gambar calon dilubangi alias dicoblos semua, ini bisa menggambarkan beberapa hal; pemilih tak ingin memilih salah satu, tak ingin dianggap bukan warga yang baik, tak ingin hak pilihnya dipakai orang lain,  tak punya pilihan. Ada juga yang ditemukan tidak satupun gambar calon yang dilubangi alias tidak satupun dicoblos. Ini gambarannya mirip dengan yang dicoblos semua, tapi kalau difikir, kenapa harus ke TPS, membingungkan??? Bukan. Apa takut ketahuan sama tim sukses tak datang ke TPS. Masih banyak warga Batam yang tidak hadir, tidak terdaftar, tidak bersedia ikut memilih dengan berbagai alasan dan tingkah yang sulit dicerna.

Tampaknya pemilu ini, hirik pikuk yang perlu difikirkan lagi agar masyarakat semakin peduli dan semakin berpartisipasi, tingkat partisipasi warga semakin rendah. Disamping itu pula bagaimana menyadarkan masyarakat agar lebih peduli pada program, bukan tebaran duit atau sembako dari para calon. Ada ungkapan berikut; “kampanye modal hawa, saya akan kasih hawa juga”, ini maksudnya kampanye seorang calon harus pakai “ole-ole” (duit, sembako, dangduta) kalau tanpa itu kampanye tak dilirik. Kalau ini pola masyarakat kita akan semakin membahayakan. Ketidak pedulian masyarakat juga harusnya menjadi pemikiran pemerintah, KPU dan instansi terkait, sehingga hasil pemilu semakain baik, berkualitas dan kredibel.

Lain lagi cerita calon yang sedang menjabat (incumbent), dengan berbagai cara dan alasan bisa lebih banyak tampil dan berkampanye bahkan hingga hari pemilihan. Gambar-gambarnya yang besar tetap bisa terpajang dimana-mana, dengan alasan sebagai walikota sedang menjalankan program pemerintah, sedang menghimbau masyarakat. Misalnya program 3M tentang pemberantasan nyamuk malaria, atau ucapan selamat datang di Batam, atau himbauan ‘Batam adalah milik bersama mari kita jaga bersama’. Membuat laporan keberhasilan-keberhasilan selama kepemimpinannya di berbagai media (koran) pada hari tenang. Membuat himbuaan kepad semua warga agar menjaga ketenangan dan mengingatkan untuk menuju TPS, dan banyak lagi. Pertanyaannya, Mengapa pula harus dipasang menjelang pemilu?. Mengapa pula harus menggunakan gambar sang calon?. Adil dan baikkah ini untuk sebuah demokrasi?. Masih banyak deretan pertanyaan lainya yang kalau pemerintah, DPR tidak mampu menjawab atau mengantisipasi hal itu, calon yang sedang menjabat (incumbent), bisa seenaknya melakukan manuver untuk kemenangannya.

Seharusnya jika pejabat yang hendak mencalonkan diri lagi, jauh-jauh hari harus non aktif (minimal 6 bulan sebelumnya), tidak boleh lagi mengaku sebagai walikota, Bupati, Gubernur pada saat masa kampanye berlangsung. Pemasangan baliho, foster untuk berkampanye secara terselubung harus dilarang apalagi mengatas namakan program pemerintah menggunakan gambar pejabat ‘incumbent’. Hal ini sungguh mengaburkan antara berkampanye program pemerintah atau kampanye diri sendiri. Maka sesungguhnya tidaklah perlu heran, jika rakyat semakin tak peduli, semakin tidak yakin kepada hasil pemilu. Jangan heran pula kalau pemenang tidak mempersoalkan tingkat partispasi rakyat untuk memilih karena baginya yang penting menang, berapapun dan apapun caranya. Pemenang siap-siap menyusun startegi untuk PILGUB alias pemilihan Gubernur.

Comments

Popular posts from this blog

DARAH QURBAN SAPI UNTUK OBAT TELAPAK KAKI

Obat Gangguan Telinga.

RASA TOLONG MENOLONGNYA TINGGI