Awak Speedboat dan Petugas Pelabuhan yang ‘nakal’.
Seorang sahabat menelpon untuk mengundangku dalam acara pernikahan adiknya di Lobam-Pulau Bintan. Akupun tak bisa langsung bisa memutuskan. Aku berujar Isya Allah, walau sesungguhnya aku sangat ingin pergi menghadiri. Apa yang membuatku tidak langsung bisa memutuskan?. Pertama ombak sekarang cukup besar, speedboad yang akan digunakan biasanya penuh goyangan hebat ala Inul Daratista, maklum sekarang angin musim utara, suatu musim angin yang cukup kuat, ombak besar.
Minggu tanggal 23 Januari 2011, bersama kedua anakku, aku berangkat menuju Tanjung Uban-Bintan dari Punggur-Batam, menyeberang menggunakan speedboat, biasanya menempuh waktu sekitar 15-20 menit, tapi kalau musim angin utara, bisa lebih lama sedikit. Lumayan selama kurang lebih 10 menit speedboad itu dipermainkan oleh ombak. Spedboad meliuk-liuk, perutpun ikut-ikutan bergoyang-goyang, kalau tidak tahan bisa muntah. Ombaknya yang besar itu akan sangat merepotkan supir, apalagi yang belum berpengalaman, bisa-bisa haluan speedboad malah menghunjam kedalam laut.
Kedua anakku malah tenang-tenag saja, sedangkan aku sudah mulai melirik ke baju pelampung yang diletakkan dibawah tempat duduk, kucoba-coba menyentuh dengan ujung kakiku untuk memeriksa jumlahnya, serta untuk meyakinkan masih layak atau tidak. Ternyata cuma satu buah. Lalu mataku mencoba melirik kesana kemari untuk mencari baju pelampung lain yang kira-kira bisa aku ambil dengan cepat jika ada hal yang tak diinginkan. Tapi…yang kulihat dibawah tempat duduk, beberapa diantaranya tidak ada baju pelampung, kemana ya…??, disimpan dimana?, atau memang tidak ada, bahkan ada diantaranya yang sudah sangat kusam. Apa karena sering dipakai, adakah pemeriksaan rutin kelayakan dan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penumpang. Awak speedboat itu sering kali nakal yang diketahui/direstui petugas pelabuhan, menaikkan penumpang melebihi kapasitas normal dan sudah tentu pelampungnya juga kurang. Awak speedboad atau petugas juga tidak pernah menjelaskan bagaimana baju pelampung itu digunakan, padahal sekarang lagi musim angin utara, OMBAK BESAAAAR, bahaya kan…???. Masak siih kejahatan macam ini terus dipelihara.
Setelah tiba di Tanjung Uban-Bintan sahabat lamaku Fatih dan Hasan sudah menunggu lalu kami langsung diantar ke tempat resepsi pernikahan. Rupanya kota kecil dipinggir laut itu sedang digenangi air pasang besar, jalan-jalan terendam air laut. Suasana tempat resepsi belum ramai karena menjelang tengah hari (zhuhur). Para tetangga dan teman-teman lama banyak disana karena mereka menjadi panitia. Kalau di Bintan biasanya para tamu / undangan ramai pada saat menjelang maghrib (setelah Asyar) atau setelah Maghrib. Aku sempatkan juga singgah ke rumah tetangga dekat untuk bersilaturahim dan melihat kebun belakang rumah, juga melihat pembibitan bonsaiku yang tertinggal, tidak terawat bahkan diantaranya ada yang mati. Suatu saat nanti aku akan mengambil lagi yang tersisa.
Pukul 16.00 speedboat yang kami tumpangi dari Tanjung Uban menuju Punggur-Batam bergerak, kali ini ombaknya sudah agak berkurang karena air sudah surut, kalau paginya ombak lebih besar karena banyak angin yang disertai air pasang (naik). Namun begitu ombak masih tergolong besar, seorang wanita menutup wajah seperti menahan rasa mual. Kami bertiga (dengan anakku) memilih duduk paling belakang dekat dengan mesin, agar goyangan speedboad tidak begitu terasa. Bagian depan adalah bagian yang menghempas/menabrak ombak, jadi sangat terasa goyangannya. Seorang awak speedboad mengatur duduk penumpang agar seimbang, tidak berat sebelah, speedboad ini malah lebih tidak siap, tidak semua tempat duduk ada baju pelampung yang adapun telihat lebih buruk kondisi dan warnanya. Alhamdulillah sampai juga dengan selamat dirumah.
Comments