Dok, apa saya cacingan?.
Kemaren sore Sabtu tanggal 14 Mei 2011, akhirnya kuturuti juga saran istri agar aku pergi ke klinik perusahaan untuk memeriksa perutku. Sekitar pukul 17 kurang kami berdua berangkat menuju klinik perusahaan sampai disana saya langsung dilayani dan dipanggil masuk ke ruang raktek dokter, kebetulan tak ada pasien lain dan keadaan klinik itu sepi. Mungkin karena hari Sabtu, akhir pekan sehingga orang lebih memilih menahan sakit atau lebih memilih pergi ke tempat hiburan atau tidak tahu kalau klinik itu buka 24 jam, atau orang-orang pada sehat semua. Entahlah...!?.
Seorang dokter wanita separuh baya mempersilahkan saya duduk, lalu bertanya kenapa pak?. Ini dok perut saya ini kenapa ya tak sembuh, sembuh sudah beberapa kali kesini keluhannya itu, itu juga. Saya perhatikan si dokter sambil membaca catatan riwayat kunjungan saya ke klinik itu.
"Perut saya ini masih suka kembung, dan bunyi-bunyi".
"Ada mual atau muntah?". ujar sang dokter.
"Kalau mual ada tapi tak muntah, apa ini maag akut, dok?".
"Bukan, kalau maag akut disertai muntah dan ada darahnya?.
"Kalau perut yang suka bunyi-bunyi itu, apa dok?, apa saya cacingan?".
"Bagimana kalau saya rujuk saja bapak ke spesialis penyakit dalam?".
"Boleh". Dengan semangat saya menjawab.
"Bapak mau kemana, Rumah Sakit Budi Kemualian atau ke Awal Bros?".
"Ke awal Bros saja ujar saya semangat". Itu ingin merasakan Rumah Sakit Mewah berkelas Hotel di Batam, maklum,orang kampung.
Saya ingat pertama kali saya menderita maag, ketika masih kelas satu SMP tahun 1980 di Arun Aceh Utara dulu, waktu itu duduk salah, baring salah, cuma tidur yang enak. Kemudian sekitar tahun 1991 kambuh lagi setelah makan kerang rebus (kerang itu baik untuk meningkatkan libido) dengan sambal nenasnya di simpang lima Banda Aceh. Nah.. beberapa tahun belakang, sering kambuh tapi keluhannya kembung, mual atau mencret. STRESSS KALI?!.
Lalu sayapun diproses secara administrasi untuk dapat dilayani di Rumah Sakit Awal Bros dengan keluhan maag pakai huruf 'g' dibelakangnya, bukan huruf 'h dibelakangnya (maag bedakan dengan maah). Sayapun langsung menuju ke rumah sakit dimaksud. Sampai disana suasana front officenya persis seperti di hotel, mendaftar lalu petugasnya meminta kartu serta surat rujukan, setelah diproses petugasnya meminta saya kembali sekitar pukul 19.00, sambil memberikan nomor urut 05 dan menjelaskan kalau dokter mulai praktek pukul 19.00. Sayapun melihat jam wah ternyata masih lama, sekitar satu jam lebih. Saya dan istripun meninggalkan rumah sakit itu menuju nagoya untuk makan.
Menjelang maghrib kami singgah disebuah mesjid di ujung jalan Sriwijaya disekitar pelita. Saya suka arsitek mesjid ini yang indah dan sejuk, lantai dan dinding dalamnya bermarmar, kubahnya dicat warna emas. Didalamnya benar-benar mewah. Setelah sholat kamipun menuju rumah makan khas Lombok yaitu ayam bakar taliwang di jalan Sriwijaya-Pelita depan Bank BTN-Batam, lalu kami memesan dua porsi ayam bakar.
Begitu memulai makan langsung meledak dimulut rasa pedasnya yang luar biasa. Sambal khas beberuknya yang mentah itu sepertinya tidak menggunakan cabai merah, kriting, atau cabe rawit biasa, tapi menggunakan cabe rawit jawa (cabe cungak bahasa komeringnya). Itu cabe yang kalau muda berwarna putih, kalau tua orange atau merah dan buahnya selalu keatas walau sudah tua (makanya orang komering menyebutnya cungak / keatas). Cabe ini memang lebih pedas. Suapan pertama langsung has..hus..has..hus karena pedasnya yang luar biasa. Istri saya saja yang biasanya tahan pedas kali ini, TAKLUK sehingga keluar air matanya, dan berkali-kali menyeka keringat yang terus mengucur di wajahnya. Sambal ini disamping pedas rasanya juga segar, didalamnya ada potongan-potongan kacang panjang dan terong hijau bulat mentah (biasa untuk lalap), terasinya juga begitu terasa.
Anehnya walaupun kepedasan tapi makannya tidak mau berhenti, malah rasa pedas itu membuat selera makan kami bertambah lahap dan semangat. Beberapa pengunjung juga kewalahan dengan rasa pedasnya yang luar biasa, terlihat dari bibir mereka beberapa kali monyong-monyong kedepan, has..hus..has..hus. Satu ekor ayam hanya dipotong empat jadilah ayam bakar itu besar ukurannya sehingga nasi lebih cepat habis dibanding ayamnya. Nah..karena itulah umumnya pengunjung memesan nasi tambah. Anda penyuka rasa pedas layak mencoba ayam bakar taliwang ini.
Ditengah lagi asyik makan penuh tantangan itu, tiba-tiba HPku berbunyi, sambil menahan kepedasan panggilan itu kujawab juga, rupanya pihak rumah sakit mengingatkan saya untuk segera datang karena dokternya sudah tiba di rumah sakit. Sebetulnya kami sudah beberapa kali makan ayam bakar taliwang, yang di Pelita ini ternyata yang paling pedas, membuat kewalahan.
Setelah makan kamipun kembali ke rumah sakit, dan sayapun hanya menunggu sesaat untuk dapat giliran dilayani dokter spesialis penyakit dalam. Setelah ditanya keluhan saya sang dokter meminta saya untuk berbaring. Dokter itu lalu memeriksa perut saya dengan seksama menggunakan statesko, setelah itu mengoleskan sesuatu, seperti krim berwarna bening diperut saya, lalu iapun menempelkan sebuah alat. Kemudian ia memonitor pada sebuah layar dan berujar;
"Tidak merokok?, Tidak minum kopi?.
"Saya tidak merokok, dan tidak minum kopi".
"Bagus. Hati dan paru bapak juga bagus, ini hanya maag biasa".
"Terus kenapa perut saya sering berbunyi?, apa saya cacingan?".
"Bukan, mana ada seumur kita cacingan, biasa cacingan itu pada anak-anak".
"Ok, nanti saya kasih obat untuk seminggu, nanti kalau belum ada perkembangan bapak kesinii lagi, dan ini brosur untuk bapak baca atau pelajari dirumah, mengenai anjuran dan pantangan yang berkaitan dengan keluhan bapak. Bapak harus kurangi makanan rasa asam, kopi, dan pedas (saya senyum mengingat baru saja selesai makan makanan super pedas), Semoga Bapak lekas sembuh"
"Terima kasih dok".
Lalu sayapun keluar menuju kasir setelah kasir memproses administrasinya saya dipersilahkan menuju tempat penyerahan resep dan pengambilan obat. Obat diberikan dan sayapun diminta menandatangani sebuah kertas sebagai bukti bahwa obat telah diserahkan. Sayapun langsung tandatangani kertas itu dan obatnya diserahkan. SEMOGA LEKAS SEMBUH.
Comments