KORAN KHUSUS MENJUAL SEKSUALITAS & KEKERASAN.
Di Batam itu ada sebuah koran yang terbit sore hari dengan harga eceran Rp 2.000,-, namanya ‘POSMETRO’. Rupanya pengelola koran ini jeli dalam menangkap peluang. Saya katakan jeli menangkap peluang karena koran ini banyak dibeli oleh masyarakat menengah kebawah (simak harganya murah sekali) banyak yang mencarinya. Umumnya dijual oleh loper di simpang jalan dan lampu merah, namun sayang, saya boleh menyebut koran ini hanya menjual ‘seksualitas dan kekerasan’. Terus terang saya menulis hal ini untuk kebaikan, saling mengingatkan, kalau melawan mereka saya mana sanggup, apalagi 'pemilik' grup koran ini adalah petinggi di Indonesia dan orang hebat.
Coba saja simak gambar yang ditampilkan umumnya wanita berpose ‘menantang’ dan judul-judul beritanya seperti (kira-kira); Cewek Muka Kuning, Hamil Gantung Diri. Apek Singapura Mati di Kamar Hotel, Tanpa Busana. Seorang kakek pamer ‘burung’, Janda main ‘kuda lumping’ dengan tetangga digerebek warga, Gadis tanggung diperkosa 11 kali, Seorang babu hamil ‘dipompa’ juragan, Seorang bapak 3 anak emoh bertanggungjawab setelah ‘menimpa’ gadis mungil, Akibat kecanduan film BF seorang bapak mencabuli anak SD, judulnya tak jauh-jauh dari hal-hal seksualitas dan birahi lainnya.
Selain itu koran ini juga kerap menulis besar-besar berita tentang kekerasan seperti (kira-kira); Sebuah kampak mengakhiri hidup seorang juragan, Akibat cemburu buta parang bicara, Gara-gara anak kelahi, orangtua ikut berkelahi, Rampok membobol tauke kaya, Berebut lahan parkir 2 pemuda tewas ditebas dan sebagainya.
Seyogyanya sebuah koran (media) tak boleh mengingkari untuk memberikan pencerahan, mendidik masyarakat dan pembelajaran baik lainnya. Jangan karena ada peluang ‘uang’ lalu mengkomersilkan seksualitas dan kekerasan dengan mengabaikan masalah norma, kesusilaan atau mengabaikan apakah itu mendidik atau tidak, memberi pencerahan atau tidak. Kalau tujuan koran ini mendidik atau pencerahan kenapa harus yang ditampilkan / ditonjolkan sensualitas, birahi dan kekerasan. Kita tahu penonjolan sensualitas, birahi dan kekerasan itu adalah upaya pemasaran untuk meningkatkan penjualan tapi apa tidak ada cara lain?, yang tidak menjijikkan. Kita akui memang ada halaman agamanya tapi itu hanya asesoris saja, supaya disebut seimbang, tapi percayalah mereka tidak akan pernah membahas apakah koran ini sesuai tidak dengan agama, norma, adat ketimuran Indonesia. Juga karena koran ini bukan koran agama atau akidah.
Sayangnya juga para loper yang menjajakan koran ini di persimpangan atau di lampu merah adalah anak-anak kecil dan ibu-ibu atau bapak-bapak paru baya. Lihatlah disimpang Frenki Batam Centre yang tak jauh dari kantor dan penerbit koran ini, yang terlihat seringkali anak-anak (walau loper tak resmi) yang menjual koran ini, kita mempertanyakan niat koran ini?. Mungkin mudah saja jawabannya, tak usah beli?, tapi apakah mereka tidak punya tanggungjawab sosial?.
Comments