KEKUASAAN…ENAK DUDUK LUPA BERDIRI.
Barangkali Hosni Mubarak dari Mesir dan Ben Ali dari Tunisa adalah contoh yang paling mutahir. Kasus Suharto, Marcos, tidak mampu menjadikan pelajaran berharga bagi mereka. Kekuasaan yang begitu lama dipegang menjadikan mereka lupa daratan, menjadi absolut, korup, tidak terkontrol karena kekuasaan itu begitu menggoda.
Dalam kondisi seperti itu kekuasaan memunculkan kebencian, permusuhan serta matinya rasa kemanusiaan karena perbedaan dianggap akan menghancurkan dan sebagai penghalang. Kalau sudah begitu lupa kapan harus berhenti, lupa kapan harus melepaskan jabatan. Kekuasaan itu memang enak, karena fasilitas dan pelayanan yang serba ‘wah’ diterima, apapun yang dikatakan ada yang mengikuti dan mendengarkan. Ketika ada hajatan tak perlu keluar dana apapun sponsor berdatangan untuk membantu, ada yang kirim garam, tepung, ikan asin, minyak goreng, kentang, tomat, telur, sembilan bahan pokoklah..termasuk kebutuhan lainnya, enaaaak bukan????. Dijalan tak pernah merasakan kemacetan atau kebanjiran…itu biar rakyat kecil saja yang merasakan??!!. Tidak pernah antri, berdesakan, tidak pernah mencium bau kumuh, tak pernah buka pintu mobil sendiri, tak pernah bawa apapun, kan ada ajudan.
Simak saja sejak Indonesia mengatur pembatasan kekuasaan, paling lama untuk dua periode. Namun begitu masih saja ada yang ingin melanggengkan kekuasaannya. Misalnya istrinya disuruh maju sebagai pengganti atau sebaliknya. Anaknya disuruh menggantikan Bapak untuk menjadi Bupati / Walikota atau Gubernur. Ada juga sekeluarga jadi pejabat (Bapak, Ibu dan anak-anaknya), atau tadinya Bupati / walikota untuk 2 periode sekarang maju sebagai wakil. Nah yang ini unik dan rada lucu kasusnya, belum ditemukan aspek hukumnya. Boleh?..ya boleh …yang diaturkan / yang dibatasi adalah pemimpinnya bukan jadi wakilnya.
Waktu Pemilihan Gubernur Kepulauan Riau tahun lalu, saya sempat punya ide, agar Pak Ismet Abdullah digandengkan sama Bu Aida sang istri untuk maju sebagai Pasangan Calon gubernur dan Wakil Gubernur. Waktu itu Pak Ismet sebagai Gubernur (sedang menjabat) dan Bu Aida sebagai wakilnya (hingga kini masih menjabat anggota DPD asal Kepulauan Riau). Kenapa saya punya ide itu mereka sama-sama punya kharisma, pintar, memiliki masa yang banyak dan sangat dikenal luas di Kepulauan Riau. Tentu itu semua memiliki nilai lebih bagi perjuangan provisi KEPRI dimasa datang. Alasan yang lain adalah untuk pengehematan anggaran biaya; Kalau pasangan ini jadi tentu banyak hal bisa dihemat, contohnya rumah dinas cukup satu buah, mobil dinas cukup satu buah dan banyak lagi. Tapi sayang ceritanya lain, Pak Ismet tersangkut kasus mobil Pemadam kebakaran sebelum masa pemilihan Gubernur, dan Bu Aida akhirnya maju sebagai calon Gubernur berpasangan dengan orang lain, tapi…sayang belum sukses.
Banyak gambaran kekuasan itu memang enak, dan mengenakkan sehingga banyak orang berusaha meraihnya dengan cara apapun banyak pula yang ingin duduk teruuus meneruuus hingga anak cucu. KEKUASAAN itu…Enak duduk lupa berdiri.
Dalam kondisi seperti itu kekuasaan memunculkan kebencian, permusuhan serta matinya rasa kemanusiaan karena perbedaan dianggap akan menghancurkan dan sebagai penghalang. Kalau sudah begitu lupa kapan harus berhenti, lupa kapan harus melepaskan jabatan. Kekuasaan itu memang enak, karena fasilitas dan pelayanan yang serba ‘wah’ diterima, apapun yang dikatakan ada yang mengikuti dan mendengarkan. Ketika ada hajatan tak perlu keluar dana apapun sponsor berdatangan untuk membantu, ada yang kirim garam, tepung, ikan asin, minyak goreng, kentang, tomat, telur, sembilan bahan pokoklah..termasuk kebutuhan lainnya, enaaaak bukan????. Dijalan tak pernah merasakan kemacetan atau kebanjiran…itu biar rakyat kecil saja yang merasakan??!!. Tidak pernah antri, berdesakan, tidak pernah mencium bau kumuh, tak pernah buka pintu mobil sendiri, tak pernah bawa apapun, kan ada ajudan.
Simak saja sejak Indonesia mengatur pembatasan kekuasaan, paling lama untuk dua periode. Namun begitu masih saja ada yang ingin melanggengkan kekuasaannya. Misalnya istrinya disuruh maju sebagai pengganti atau sebaliknya. Anaknya disuruh menggantikan Bapak untuk menjadi Bupati / Walikota atau Gubernur. Ada juga sekeluarga jadi pejabat (Bapak, Ibu dan anak-anaknya), atau tadinya Bupati / walikota untuk 2 periode sekarang maju sebagai wakil. Nah yang ini unik dan rada lucu kasusnya, belum ditemukan aspek hukumnya. Boleh?..ya boleh …yang diaturkan / yang dibatasi adalah pemimpinnya bukan jadi wakilnya.
Waktu Pemilihan Gubernur Kepulauan Riau tahun lalu, saya sempat punya ide, agar Pak Ismet Abdullah digandengkan sama Bu Aida sang istri untuk maju sebagai Pasangan Calon gubernur dan Wakil Gubernur. Waktu itu Pak Ismet sebagai Gubernur (sedang menjabat) dan Bu Aida sebagai wakilnya (hingga kini masih menjabat anggota DPD asal Kepulauan Riau). Kenapa saya punya ide itu mereka sama-sama punya kharisma, pintar, memiliki masa yang banyak dan sangat dikenal luas di Kepulauan Riau. Tentu itu semua memiliki nilai lebih bagi perjuangan provisi KEPRI dimasa datang. Alasan yang lain adalah untuk pengehematan anggaran biaya; Kalau pasangan ini jadi tentu banyak hal bisa dihemat, contohnya rumah dinas cukup satu buah, mobil dinas cukup satu buah dan banyak lagi. Tapi sayang ceritanya lain, Pak Ismet tersangkut kasus mobil Pemadam kebakaran sebelum masa pemilihan Gubernur, dan Bu Aida akhirnya maju sebagai calon Gubernur berpasangan dengan orang lain, tapi…sayang belum sukses.
Banyak gambaran kekuasan itu memang enak, dan mengenakkan sehingga banyak orang berusaha meraihnya dengan cara apapun banyak pula yang ingin duduk teruuus meneruuus hingga anak cucu. KEKUASAAN itu…Enak duduk lupa berdiri.
Comments