KEDEWASAAN
Kata dewasa sering kali kita ucapkan dan kitapun sangat memahaminya, mana yang disebut dewasa mana yang tidak dewasa. Sesungguhnya DEWASA itu terbagi dua. Pertama Dewasa secara Fisik yaitu dewasa yang ditandai perubahan bentuk tubuh, fungsinya secara biologis (untuk menjelaskannya secara fulgar pada wanita misalnya datangnya haid, dan payudaranya semakin besar, untuk laki-laki adanya mimpi “basah” diseputaran celana bukan ketiak, bukan bibir karena ngiler/ngences, semakin tampak jakun dilehernya, tapi pada laki-laki “payujakanya” tidak membesar).
Kedua Dewasa secara emosional/kejiwaan, dewasa yang satu ini tanda-tandanya tak bisa dilihat secara fisik, hanya mereka yang dewasa emosi/jiwa itu biasanya mampu menempatkan secara tepat perkataan, perbuatan/tindakan, tutur bahasa, tingkahlaku lainnya secara proporsional. Pada dewasa emosi/jiwa ini tidak selalu disebut bahwa yang berumur lebih tua pasti lebih dewasa dari yang muda, atau sebaliknya yang muda pasti tidak lebih dewasa dari yang tua. Artinya yang muda bisa saja lebih dewasa dari yang tua pada situasi tertentu dan kondisi tertentu. Acuan tulisan ini bukan dunia politik, karena disana tidak dikenal istilah dewasa emosi/jiwa, tulisan ini mengacu pada dunia normal kehidupan
Sebagai contoh ketika seorang tetangga menyapu reruntuhan daun mangga dan meletakkannya dibatas halaman kita. Jika seorang Bapak langsung marah-marah sambil mengumpat. Anaknya yang menangkan Bapaknya sambil berkata “mungkin Bude sebelah belum selesai menyapu”. Maka saat itu yang lebih dewasa emosi/jiwanya adalah sianak bukan Bapaknya.
Sikap kita dalam berkata, berbuat, tutur bahasa dan bertingkah laku dalam menghadapi sesuatu masalah akan memperlihatkan kualitas kita apakah kita dewasa emosi/jiwa atau tidak. Contoh jelas ketidakdewasaan emosi/jiwa adalah, kita ingin dan bangga, bila terlihat sedang marah, orang lain ikut takut karena kita sedang marah, kita ingin dan bangga orang lain keteteran, merana karena kita sedang marah, bangga kalau semua orang dalam satu ruang ikut terdiam, atau mudahnya kita bereaksi negatif pada suatu masalah.
Akibatnya maksud kita akhirnya bukan untuk meluruskan, membetulkan, namun menjadi ajang luapan emosi, menjadi ajang pembantaian, menjadi ajang siapa suara yang paling besar, paling ngotot. Kita sesungguhnya menjadi sangat kekanak-kanakan mana kala kita kehilangan kendali emosi/jiwa kita sendiri. Penting sekali mengelola dan mengendalikan emosi setiap bereaksi. Anda mungkin dapat meredakan emosi dalam beberapa saat tetapi anda membutuhkan waktu yang cukup lama (bahkan tahunan) untuk mengembalikan simpatik orang lain pada anda.
Menuju dewasa emosi/jiwa tentu melalui proses. Untuk sampai pada 1000 meter anda tentu harus melewati dan sampai pada 1 meter dulu dan selanjutnya hingga ke 1000 meter, hanya apakah kita mau menjalani proses (belajar) untuk menuju dewasa emosi/jiwa. Kebahagiaan menanti anda bila anda dewasa secara emosi/jiwa. Semoga, Terima kasih.
Kolubi Arman
Kedua Dewasa secara emosional/kejiwaan, dewasa yang satu ini tanda-tandanya tak bisa dilihat secara fisik, hanya mereka yang dewasa emosi/jiwa itu biasanya mampu menempatkan secara tepat perkataan, perbuatan/tindakan, tutur bahasa, tingkahlaku lainnya secara proporsional. Pada dewasa emosi/jiwa ini tidak selalu disebut bahwa yang berumur lebih tua pasti lebih dewasa dari yang muda, atau sebaliknya yang muda pasti tidak lebih dewasa dari yang tua. Artinya yang muda bisa saja lebih dewasa dari yang tua pada situasi tertentu dan kondisi tertentu. Acuan tulisan ini bukan dunia politik, karena disana tidak dikenal istilah dewasa emosi/jiwa, tulisan ini mengacu pada dunia normal kehidupan
Sebagai contoh ketika seorang tetangga menyapu reruntuhan daun mangga dan meletakkannya dibatas halaman kita. Jika seorang Bapak langsung marah-marah sambil mengumpat. Anaknya yang menangkan Bapaknya sambil berkata “mungkin Bude sebelah belum selesai menyapu”. Maka saat itu yang lebih dewasa emosi/jiwanya adalah sianak bukan Bapaknya.
Sikap kita dalam berkata, berbuat, tutur bahasa dan bertingkah laku dalam menghadapi sesuatu masalah akan memperlihatkan kualitas kita apakah kita dewasa emosi/jiwa atau tidak. Contoh jelas ketidakdewasaan emosi/jiwa adalah, kita ingin dan bangga, bila terlihat sedang marah, orang lain ikut takut karena kita sedang marah, kita ingin dan bangga orang lain keteteran, merana karena kita sedang marah, bangga kalau semua orang dalam satu ruang ikut terdiam, atau mudahnya kita bereaksi negatif pada suatu masalah.
Akibatnya maksud kita akhirnya bukan untuk meluruskan, membetulkan, namun menjadi ajang luapan emosi, menjadi ajang pembantaian, menjadi ajang siapa suara yang paling besar, paling ngotot. Kita sesungguhnya menjadi sangat kekanak-kanakan mana kala kita kehilangan kendali emosi/jiwa kita sendiri. Penting sekali mengelola dan mengendalikan emosi setiap bereaksi. Anda mungkin dapat meredakan emosi dalam beberapa saat tetapi anda membutuhkan waktu yang cukup lama (bahkan tahunan) untuk mengembalikan simpatik orang lain pada anda.
Menuju dewasa emosi/jiwa tentu melalui proses. Untuk sampai pada 1000 meter anda tentu harus melewati dan sampai pada 1 meter dulu dan selanjutnya hingga ke 1000 meter, hanya apakah kita mau menjalani proses (belajar) untuk menuju dewasa emosi/jiwa. Kebahagiaan menanti anda bila anda dewasa secara emosi/jiwa. Semoga, Terima kasih.
Kolubi Arman
Comments