SURAT UNTUK ANAK-ANAKKU.
Tahun 1905, Alfred Binet memperkenalkan definisi kecerdasan kepada
dunia. Orang yang cerdas
adalah orang yang memiliki IQ (intelligence quotient) di atas
rata-rata, yakni di atas angka 100 menurut ukuran yang dibuatnya. Sedang
orang yang memiliki IQ di atas 150 disebut jenius. Semakin tinggi IQ orang maka semakin tinggi, kemungkinan untuk berprestasi hebat, hingga kini hal itu masih banyak yang percaya. Tidak jarang untuk diterima di bidang pekerjaan tertentu syaratnya adalah IQ tinggi.
Aku termasuk yang begitu senang begitu mengetahui hasil tes IQ anakku NABILA KHANSA yang masih duduk di SMP klas III, tergolong superior. Tapi sedikit heran juga, karena ada anak yang hasil tes IQ paling tinggi diatas 130 tapi prsetasi akademiknya jeblok, maaf prsetasi disekolah hampir urutan terakhir terus dan bahkan hampir tak naik klas. Logika aliran Alfred Binet ini adalah antara IQ dengan prestasi harusnya berbanding lurus. tapi ternyata tidak?, apa yang salah.
Setelah 90 tahun, Daniel
Goleman kemudian menyimpulkan IQ tinggi tak cukup, untuk membawa seseorang berhasil. IQ harus dibarengi emotional quotient
(kecerdasan emosi). Bahkan, faktor
kecerdasan emosi menyumbang sekitar 85 persen variabel keberhasilan. Betapa banyak
anak-anak yang ber IQ tinggi juga dengan nilai akademik tinggi / bagus tapi setelah lulus sekolah gagal mengarungi
kehidupan nyata. Kasihan negara berkembang (seperti Indonesia) metode / sistim pendidikannya berubah-rubah terus, (mungkin karena banyak peluang korupsinya juga kali). Sehingga sekolah dan para guru seolah menghalkan segala cara agar nilai para siswanya setinggi langit. Apalah artinya nilai rata-rata 10 jika dihasilkan dari
cara-cara yang tidak jujur, jadi koruptor, jadi pejabat malah tukang mukuli orang, jiwanya labil dan galau.
Kemudian bermuncullan teori-teori / definisi kecerdasan, termasuk teori mutakhir ini menggabungkan delapan dimensi kecerdasan, yaitu linguistik, matematis logis, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan natural. Namun hingga kini belum menjawab secara tuntas apa sebenarnya yang disebut CERDAS?.
Kemudian bermuncullan teori-teori / definisi kecerdasan, termasuk teori mutakhir ini menggabungkan delapan dimensi kecerdasan, yaitu linguistik, matematis logis, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan natural. Namun hingga kini belum menjawab secara tuntas apa sebenarnya yang disebut CERDAS?.
Cerdas Menurut ISLAM.
Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda tentang kecerdasan, “Orang yang
cerdas adalah orang yang menguasai dirinya dan berbuat untuk keselamatan
sesudah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah yang memperturutkan
hawa nafsunya dan mengharapkan kepada Allah harapan-harapan kosong,”
(Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Umar).
Al-Qur’an telah memuat profil tokoh pendidik yang luar biasa. Ia
bukanlah seorang nabi dan rasul, tapi namanya diabadikan menjadi sebuah
nama surat dalam al-Qur`an. Ia adalah Luqman al-Hakim. Berikut saya kutipkan kembali dari berbagai sumber, bagaimana Luqman al Hakim mendidik anaknya. Beginilah katanya;
”Wahai
anakku, orang yang cerdas, pandai, dan bahagia pasti mencintai sesamanya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia bersikap hemat dalam
keadaan kaya dan menjaga kehormatan diri di saat fakir. Harta tidak akan
melalaikannya dari Allah. Kemiskinan juga tidak mungkin menyibukkannya
dari mengingat Allah.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu akan bisa mengambil manfaat dari
kesabarannya. Ia selalu mendengarkan siapa saja yang menasehatinya. Ia
tidak memusuhi orang yang lebih tinggi derajatnya dan tidak pula
melecehkan orang yang lebih rendah derajatnya.”
”Ia tidak menuntut apa yang bukan miliknya dan tidak menyia-nyiakan
apa yang ia miliki. Ia tidak mengucapkan apa yang tidak diketahuinya dan
tidak menyembunyikan ilmu yang ada padanya.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu merasa puas dengan hak yang
dimilikinya dan tidak pernah merugikan hak-hak orang lain. Orang lain
tidak merasa terusik olehnya dan dia pun tidak merasa terbebani oleh
orang lain".
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu mau menerima nasehat dari orang
yang menasehatinya. Ia bergegas dalam hal kebajikan dan lamban dalam hal
keburukan. Ia kuat dalam berbuat baik dan lemah dalam kemaksiatan. Ia
memiliki sedikit pengetahuan tentang nafsu syahwat.”
”Ia mengatahui cara mendekatkan diri kepada Allah. Ia meyakinkan pada
saat bersaksi, bersikap adil di saat memutuskan, benar jika berkata,
jujur jika diberi kepercayaan, dan pemaaf jika dizalimi.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu tetap berbuat baik di saat orang
berbuat jahat kepadanya. Ia menggunakan hartanya untuk kebaikan dan
tidak menafkahkan harta yang bukan miliknya.”
”Di dunia, ia ibarat perantau. Tujuannya adalah kehidupan kelak. Ia
selalu mengajak pada kebaikan dan mengajarkannya. Ia mencegah kejahatan
dan menjauhinya. Batinnya sesuai dengan lahirnya. Ucapannya selaras
dengan perbuatannya.”
Anakku NABILA KHANSA dan FARRAS ANRUKO.
Kecerdasan itu yakni orang yang memiliki sifat kasih sayang, efisien, efektif (berdaya guna/bermanfaat), menjaga kehormatan, menghormati, konsisten, sabar, empati (peduli), jujur, menghargai, berilmu pengetahuan, berketerampilan, adil, benar, komitmen, proaktif, tangguh, tidak mudah putus asa, amanah, visioner, dan menjadi pelopor kebaikan.
Kecerdasan itu yakni orang yang memiliki sifat kasih sayang, efisien, efektif (berdaya guna/bermanfaat), menjaga kehormatan, menghormati, konsisten, sabar, empati (peduli), jujur, menghargai, berilmu pengetahuan, berketerampilan, adil, benar, komitmen, proaktif, tangguh, tidak mudah putus asa, amanah, visioner, dan menjadi pelopor kebaikan.
Wahai anak-anaku 'persiapkanlah dirimu untuk keselamatan di dunia dan keselamatanmu di akhirat, TAAT DAN IKLASLAH kepada ALLAH SWT dan Rasulnya, Nabi Muhammad saw'. Inilah kecerdasan yang sesungguhnya.
Comments