DULU MEMALUKAN, KINI MALAH DIPAMERKAN.
Untuk memahami maksud judul tulisan itu saya ingin bercerita kisah-kisah nyata saja, sekitar tahun 70an dan atau 80an. Saya masih ingat sekali dulu ketika masih kecil dikampung di pinggiran anak sungai komering di Sumatera Selatan sana, sekarang menjadi Kabupaten Ogan Kemering Timur. Sungguh malu memakai celana atau baju yang koyak, koyak itu karena kondisinya yang sudah tua alias lapuk, koyak karena penggunaan, yak maklumlah.. celana atau baju yang kita miliki sangat-sangat terbatas, jadi yang dipakai itu lagi-itu lagi. Kalau celana biasanya bolong duluan dibagian belakang (maaf pas bagian pantat) dikarenakan terlalu sering kena gesekan saat duduk.
Oleh Umak (sebutan untuk Ibu orang komering) celana itu lalu ditambal, kalau bolong lagi ditambal lagi, begitulah sampai betul-betul tak bisa dipakai lagi. Atau cara kreatif lainnya adalah memindahkan kantong celana yang menempel dibagian belakang celana untuk menutupi bolong celana, maka hasilnya kantong ditempat baru. Bagitu juga baju, sarung atau pakaian lainnya jika koyak akan terus ditambal hingga betul-betul tak bisa dipakai lagi. Rasa malu waktu itu bisa hilang karena keadaan dan keterpaksaan, keadaan yang miskin dan serba kekurangan. Celana koyak, baju koyak dulu identik dengan kemiskinan dan serba kekurangan, dan sesungguhnya malu. Kalau diingat-ingat masa itu cukup mengharukan dan sedih.
Dulu juga kalo umak membelikan celana atau baju biasanya dipilih yang longgar atau lebih besar 2 kali dari ukuran tubuhku. Katanya biar bertahan lama, maksudnya badan kita tumbuh menjadi besar, biar hemat maka dipilihlah celana atau baju yang berukuran besar. Kalau sepatu dulu tak pernah dipikirkan karena zamanku dikampung kemana-mana jarang pakai alas kaki, kalaupun ada alas kaki hanya sandal jepit (dulu disebut sandal Jepang), terompah dari kayu. Itu juga kalau dibelikan ukurannya yang tidak pas dikaki, agak besar, makanya kakiku besar, lebar didepan seperti pisang goreng (mungkin). Sebenarnya sangat malu juga memakai celana longgar plus kedodoran kala itu, tapi karena baju atau celana itu baru rasa senang menghapus rasa . Masih ingat kalau lagi main sebentar-sebentar tangan disibukkan untuk menaikkan celana yang kedodoran itu. Terkadang celana atau baju akan turun dari abang-abang yang kondisinya masih bisa dipakai, walau sudah bertambal disana sini.
Masih ingat juga dulu kalau habis mandi, rambut tidak disisir, malu!. Sehingga apapun caranya rambut harus rapi terus. Ingat juga dulu kalau memakai sandal, harus sewarna antara yang kanan dan yang kiri, kalau berlainan dianggap gila, senget dan sejenisnya, malu!. Pakai topi juga begitu, harus rapi dan kedepan. Na kalau pakai topi miring, tidak sesuai, atau dipakai terbalik (bagian depan ke bagian belakang/atau sebaliknya) maka memalukan karena dianggap sinting, edan dan sejenisnya. Lalu wanita sangat malu kalau terlihat pahanya, terlihat celana dalamnya, bahkan mereka merasa tercemar dan benar-benar merasa terhina jika itu terlihat oleh laki-laki.
Tapi tidak sampai 20 tahun, perubahan-perubahan luar biasa terjadi dengan pesat dan sulit dibendung. Tahun 70an memakai celana koyak memalukan, tapi sekitar tahun 80an celana berbahan jean koyak dan penuh tambalan berwarna menor dan tak mecing marak dipasar dan kegilaanpun melanda anak muda saat itu dimana-mana mereka berlomba membeli dan memakai celana penuh tambalan itu, tidak malu!.
Kemudian celana longgar dan kedodoranpun marak dipasar lagi-lagi kegilaan melanda anak-anak muda, bahkan lebih ekstrim celana-celana itu hanya sedikit saja menempel dipantat, tidak lagi dipinggang, kantong bagian belakangnya dibawah (maaf) bokong, seperti celanaku dulu yang kantongnya pindah karena untuk menutupi / menambal yang bolong. Mungkin produksi dan penjualan sisir sekarang menurun drastis akibat banyak anak muda tidak membutuhkan sisir lagi dengan gaya / potongan rambut saat ini, rambut saat ini diperlu sisir dan tidak perlu rapi. Lalu sandal kini malah beredar yang berlainan warna, berlainan bentuk antara kiri dan kanan, yang makai malah merasa nyaman. Tidak malu!. Makai topi kini tak perlu rapi, boleh miring, boleh terbalik, pokoknya suska-suka. Wanita sekarang malah memamerkan paha dan celana dalamnya. Dulu pembawa acara di TV identik dengan kerapian pakaian dan malu kalau pahanya terlihat, apalagi celana dalamnya. Tapi sekarang tidak malu lagi jika itu dilihat rubuan pasang mata, kalau perlu dipamerkan biar orang tahu.
Dunia semakin terbalik. Dulu sesuatu yang memalukan, kini tidak lagi, malah dipamerkan. Sesuatu yang tabu, memalukan kini menjadi hal yang biasa alias lumrah. Susuatu yang dulu biasa dan lumrah kini malah ditinggalkan dan malah dinggap kuno dan ketinggalan zaman. Boleh saja..begitu tapi jangan sampai malah menimbulkan fitnah atau menjauhkan malaikan pencatat kebaikan dari anda, karena malaikat itu tidak pernah lagi mencatat hal-hal kebaikan anda sedang melaikat pencatat keburukan lebih dekat ke anda karena memang itulah yang anda atau keluarga anda lakukan setiap hari. Ashtagfirullahhalazhim....semoga bermanfaat.
Comments