UANG JAJAN
UANG JAJAN.
Kini hampir tidak ada orangtua yang tidak memberikan uang jajan kepada anak-anaknya. Banyak alasan mengapa orangtua memberikan uang jajan kepada anaknya; tidak sempat sarapan dirumah, malu pada anak orang lain yang setiap hari ada uang jajan, kasihan pada anak, karena kebiasaan, karena kelebihan uang. Uang jajan adalah bekal berupa duit yang diberikan orangtua kepada anak untuk membeli makanan dan minuman bahkan pulsa ‘Handphone’.
Saya termasuk yang punya pola fikir kuno soal uang jajan. Uang jajan sesungguhnya jika kita tidak kontrol bisa sangat mubazir dan secara perlahan akan membuat anak tidak memahami arti berhemat. Untungnya kedua anak saya bukanlah tipe anak yang menyukai jajan, maksudnya mereka lebih sering hanya jajan di sekolah, diluar itu mereka jarang sekali jajan. Harus dimaklumi uang jajan selama di sekolah terkadang menjadi dilema tersendiri, saya dan istriku tidak mungkin membiarkan anakku tanpa uang jajan, setiap hari hanya menonton teman-temannya jajan dan dengan itu berarti membiarkan air liurnya bolak-balik ditelan karena menahan rasa. Tidak mungkin pula memberikan uang jajan setiap hari tanpa dikontrol sehingga mereka setiap hari, setiap waktu hanya berfikir jajan dan jajan. Bahkan ada orangtua yang karena tidak sabar dan “takluk” sama anaknya, setiap anaknya menangis cara yang dilakukan adalah mengiminginya untuk jajan kesukaannya, maka anak yang menangis diam, tapi sesungguhnya cara itu jadi racun yang tak mendidik bagi orangtua dan sianak.
Saya menganut uang jajan harus melalui satu pintu, dan anak saya sudah memahami hal itu. Mereka hanya akan minta uang jajan pada bunda mereka, kepada saya mereka akan minta jika kondisi terpaksa, misal ketika istriku lagi tak ada uang kecil atau saat istriku lagi tak ada. Kenapa saya menganut satu pintu, karena saya ingin anak saya tumbuh jujur. Saya tak ingin misalnya, anak saya sesudah minta sama istriku lalu minta lagi sama saya dengan alasan dari bundanya belum dikasih atau sebaliknya. Hal itu juga memudahkan bagi istriku untuk mengontrol pengeluaran. Alhamdulillah, setiap bundanya meminta membeli sesuatu di warung / mini market dekat rumah, jika ada uang kembalian, uang itu selalu utuh, kedua anakku tidak akan mencoba mengambil atau membelikan sesuatu sebelum minta izin. Jadilah mereka dapat uang jajan dari ibunya saja (satu pintu) ini yang saya maksud fikiran kuno.
Memberi pemahaman pada anak tentang uang jajan agar dihemat atau tidak dihabiskan semua untuk ditabung, ternyata bukanlah sesuatu hal yang gampang. Anakku yang pertama hampir selalu menghabiskan uang jajannya sedang anakku yang kedua terkadang saja dia habiskan. “Uang jajan itu kan tak mesti harus dihabiskan, Ayuk bisa menabung untuk membeli pulsa, atau kebutuhan ringan lainnya”. Ujarku pada anakku yang tertua. Namun sepertinya kalimat itu belum mempan.
Sejak anakku yang tertua masuk SMP, untuk memulai mengajarkan dia memilih dan menentukan sendiri kebutuhan bulanannya seperti, shampo, bedak, wangi-wangian dan sebagainya. Saya diskusikan sama istri untuk memberikan saja sejumlah uang yang biasa kami belanjakan untuk dia. Ehh..diluar dugaan, anakku yang pertama itu tidak mau, padahal kalau dikasih uang jajan untuk disekolah begitu semangat dan hampir selalu ludes. Jadilah kebutuhan bulanan anak-anakku tetap istriku yang belikan tentu mereka yang memilih sendiri.
Uang jajan zaman sekarang sesuatu yang tidak mungkin dielakkan, kitalah sebagai orangtua yang harus mengontrol dan memberikan pemahaman-pemahaman agar anak kita perlahan memahami arti berhemat dan jujur dalam menggunakan uang jajan. Saya kira andapun setuju dangan pola fikir saya tentang uang jajan.
Comments