SURAT KECIL UNTUK TUHAN.
Sabtu tanggal 09 Juli 20011 yang lalu aku diajak oleh kedua anakku (Nabila dan Farras) menonton sebuah film kisah nyata yang diangkat ke layar lebar. Adalah Gitta Sessa Wanda Cantika (keke) gadis manis yang menderita penyakit Rabdomiosarkoma (kanker jaringan lunak), sebuah penyakit yang cukup mematikan. Hanya dalam beberapa minggu saja, bagian tubuh yang terserang mengalami kerusakan. Surat Kecil Untuk Tuhan sebuah tulisan Keke menjadi judul dari film tersebut. Sebelum film mulai diputar, biasa ada suara wanita begini "pintu teater satu susah dibuka, bagi penonton yang sudah memiliki tiket jangan ernah masuk".
Selama menonton film tersebut aku tanpa sadar meneteskan air mata beberapa kali, cukup aneh. Aku bukanlah tipe orang yang mudah menangis, karena latar belakangku yang orang Komering-Sumatera Selatan yang menganggap menangis adalah tindakan rendah dan banci dan didikan orang tua yang memang tidak mengajari kami untuk mudah menangis atau cengeng. Selain itu keadaan masa kecilku yang serba kekurangan dengan kemiskinan waktu itu tidaklah cocok untuk mudah menangis atau cengeng. Menerima keadaan dengan serba terbatas dan belajar untuk bersyukur itulah yang diajarkan orangtua.
Kali ini aku menangis menyaksikan film itu, sesungguhnya aku malu, karena menemani dua anak perempuanku yang hebat-hebat, bahkan aku takut mereka mengetahui aku menangis, untungnya bioskop itu gelap dan secara diam-diam aku menyeka air mata yang mengalir dipipiku.
Sungguh banyak pelajar dari film kisah nyata ini, sebagai bapak (orangtua) tentu pasti akan terenyuh ketika mendengar dan mengetahui buah hati kita terkena penyakit, ya penyakit apapun. Kita tentu akan mengusahakan dengan segala cara untuk kesembuhan anak kita, aku pernah mengalaminya. Anakku yang kedua Farras ketika berumur sekitar 2 atau 3 tahun, waktu itu 2 dokter spesialis anak (dr RS Angkatan Laut Tanjung Pinang/wanita dan dr RS Awal Bros-Batam/laki-laki-kedua RS itu Swasta) kompak memponis anak saya menderita TBC. Betapa terenyuhnya kami berdua, anak sekecil itu harus mengkonsumsi obat beberapa jenis, diminum 3 kali sehari (pagi-siang-sore) dan harus setiap hari, tanpa boleh lupa / terlewatkan.
Setelah hampir 6 bulan, hasil radiologi di RS Awal Bros-Batam menyebutkan Negatif TB, tapi anehnya dokter RS Awal Bros tetap melanjutkan pengobatan. Lalu kami berkonsultasi dengan dokter anak (Santoso) di RSU Tanjung Pinang, Alhamdulillah dokter meminta kami menghentikan pengobatan, karena kata dokter itu ini bukan TBC. Kami tidak mencoba menuntut dua dokter yang kompak itu, karena kami sangat bersyukur anak kami bukan menderita TBC dan anak kami dinyatakan sehat. Kami mencoba melakukan apa saja, kemana saja untuk kesembuhan anak kami, itu jugalah yang dilakukan orangtua Keke.
Saya salut sekali pada ayaknya Keke yang tabah, sabar, pantang menyerah dan begitu sayangnya sama anaknya, mungkin saya bukan termasuk yang seperti itu. Ada adegan yang membuat saya terkesima, ketika Keke tidak mau meminum obat yang rasanya tak enak (mungkin pahit-sejenis buah), lalu ayahnya memakan dengan lahab obat itu sambil menangis, ayahnya melakukan itu demi kesembuhan anaknya. Saya suka marah kalo anak saya tidak mau minum obat, itulah salah satu kelemahan saya.
Setelah satu tahun menderita penyakit itu Keke sempat dinyatakan sembuh, tapi kemudian penyakit itu ternyata tidak mau kalah dengan Keke dan Ayahnya yang tabah, sabar, teguh dan pantang menyerah. Penyakit itu kembali datang lebih ganas, bahkan rambut Keke habis dalam beberapa minggu saja dan akhirnya Keke menghadap sang Pencipta, Allah SWT.
Ayah keke juga sempat menangis dan meminta maaf dihadapan anaknya, karena menyadari / mungkin ada kesalahan, kejahatan, dosa yang pernah ia lakukan dimasa lalu dan akibatnya anaknyalah yang menderita. Terkadang kita sering kali terlambat menyadari kesalahan dan kejahatan yang kita lakukan. Semoga ini menjadi pelajaran bagiku dan siapapun yang menyaksikan film ini..coba nontonlah...semoga bermanfaat.
Keke adalah anak yang juga hebat, cerdas, sabar, teguh dan tawakal, simaklah Surat Kecil Untuk Tuhan yang ia tulis;
Selama menonton film tersebut aku tanpa sadar meneteskan air mata beberapa kali, cukup aneh. Aku bukanlah tipe orang yang mudah menangis, karena latar belakangku yang orang Komering-Sumatera Selatan yang menganggap menangis adalah tindakan rendah dan banci dan didikan orang tua yang memang tidak mengajari kami untuk mudah menangis atau cengeng. Selain itu keadaan masa kecilku yang serba kekurangan dengan kemiskinan waktu itu tidaklah cocok untuk mudah menangis atau cengeng. Menerima keadaan dengan serba terbatas dan belajar untuk bersyukur itulah yang diajarkan orangtua.
Kali ini aku menangis menyaksikan film itu, sesungguhnya aku malu, karena menemani dua anak perempuanku yang hebat-hebat, bahkan aku takut mereka mengetahui aku menangis, untungnya bioskop itu gelap dan secara diam-diam aku menyeka air mata yang mengalir dipipiku.
Sungguh banyak pelajar dari film kisah nyata ini, sebagai bapak (orangtua) tentu pasti akan terenyuh ketika mendengar dan mengetahui buah hati kita terkena penyakit, ya penyakit apapun. Kita tentu akan mengusahakan dengan segala cara untuk kesembuhan anak kita, aku pernah mengalaminya. Anakku yang kedua Farras ketika berumur sekitar 2 atau 3 tahun, waktu itu 2 dokter spesialis anak (dr RS Angkatan Laut Tanjung Pinang/wanita dan dr RS Awal Bros-Batam/laki-laki-kedua RS itu Swasta) kompak memponis anak saya menderita TBC. Betapa terenyuhnya kami berdua, anak sekecil itu harus mengkonsumsi obat beberapa jenis, diminum 3 kali sehari (pagi-siang-sore) dan harus setiap hari, tanpa boleh lupa / terlewatkan.
Setelah hampir 6 bulan, hasil radiologi di RS Awal Bros-Batam menyebutkan Negatif TB, tapi anehnya dokter RS Awal Bros tetap melanjutkan pengobatan. Lalu kami berkonsultasi dengan dokter anak (Santoso) di RSU Tanjung Pinang, Alhamdulillah dokter meminta kami menghentikan pengobatan, karena kata dokter itu ini bukan TBC. Kami tidak mencoba menuntut dua dokter yang kompak itu, karena kami sangat bersyukur anak kami bukan menderita TBC dan anak kami dinyatakan sehat. Kami mencoba melakukan apa saja, kemana saja untuk kesembuhan anak kami, itu jugalah yang dilakukan orangtua Keke.
Saya salut sekali pada ayaknya Keke yang tabah, sabar, pantang menyerah dan begitu sayangnya sama anaknya, mungkin saya bukan termasuk yang seperti itu. Ada adegan yang membuat saya terkesima, ketika Keke tidak mau meminum obat yang rasanya tak enak (mungkin pahit-sejenis buah), lalu ayahnya memakan dengan lahab obat itu sambil menangis, ayahnya melakukan itu demi kesembuhan anaknya. Saya suka marah kalo anak saya tidak mau minum obat, itulah salah satu kelemahan saya.
Setelah satu tahun menderita penyakit itu Keke sempat dinyatakan sembuh, tapi kemudian penyakit itu ternyata tidak mau kalah dengan Keke dan Ayahnya yang tabah, sabar, teguh dan pantang menyerah. Penyakit itu kembali datang lebih ganas, bahkan rambut Keke habis dalam beberapa minggu saja dan akhirnya Keke menghadap sang Pencipta, Allah SWT.
Ayah keke juga sempat menangis dan meminta maaf dihadapan anaknya, karena menyadari / mungkin ada kesalahan, kejahatan, dosa yang pernah ia lakukan dimasa lalu dan akibatnya anaknyalah yang menderita. Terkadang kita sering kali terlambat menyadari kesalahan dan kejahatan yang kita lakukan. Semoga ini menjadi pelajaran bagiku dan siapapun yang menyaksikan film ini..coba nontonlah...semoga bermanfaat.
Keke adalah anak yang juga hebat, cerdas, sabar, teguh dan tawakal, simaklah Surat Kecil Untuk Tuhan yang ia tulis;
TUHAN BOLEHKAH AKU MENULIS SURAT KECIL UNTUKMU
TUHAN BOLEHKAN AKU MEMOHON SATU HAL KECIL DARI MU
TUHAN BOLEHKAH AKU HIDUP UNTUK WAKTU YANG LAMA
TUHAN BOLEHKAN AKU ADA DI DUNIA INI UNTUK BAHAGIA..
Comments