SEMUA TAHAPAN PAKAI DUIT.
Itulah kalimat yang lazim di ucapkan para koruptor, ketika dikonfirmasi para wartawan / awak media masa. Sehubungan diperiksanya seseorang atau atas pengakuan seseorang di kepolisian atau di pengadilan yang menyebut nama tertentu. Umumnya kalimat itu digunakan oleh para pejabat pemerintah Gubernur, Bupati, walikota dan jajarannya, anggota DPR, pejabat BUMN, pejabat departemen, dan seterusnya.
Upaya korupsi itu tidak harus kenal dan bertemu dengan orang yang menyuap atau memberikan uang, memangnya ketika diberi uang korupsi harus kenal. Jawabannya, justru ketika kenal, dan bertemu semakin menguatkan dugaan korupsi. Para koruptor itu kan kalau bisa tidak kenal, tidak bertemu tapi dapat uang.
Korupsi memang sepertinya tidak akan bisa diberantas. Coba simak partai politik yang seharusnya menjadi contoh pemberantasan korupsi, tidak mampu melakukannnya. Ini cerita, sungguh terjadi namun sulit membutikannya.
Untuk menjadi caleg jadi atau caleg nomor satu, temanku menggelontorkan sejumlah uang. Lain lagi kalau caleg pindahan (sekarang anggota DPR, tapi masih ingin duduk lagi) dari partai lain yang tak lolos untuk ikut pemilu, untuk mengamankan pencaleg-annya ia harus juga mengeluarkan sejumlah uang, sedikit masuk akal alasan pengurus partai. Kamu anggota baru, masak langsung jadi caleg kami, gimana dengan kader kami yang lain. Na...cara ini cukup ampuh untuk 'melegalkan pungutan' dari caleg pindahan ini oleh pengurus partai.
Saat mereka sudah menjadi caleg, dengan cara apapun dilakukan demi mendapatkan suara atau agar dipilih oleh rakya, maka uangpun bicara lagi, saat pelaksanaan pemilu tiba, uangpun lagi-lagi bicara agar petugas pemilu (PPS, KPU) dibayar agar suaranya 'diamankan'.
Jadi semua tahapan pakai uang, jelas tidak sedikit uang yang harus di keluarkan. Tentu saja kalau jadi / berhasil, berbuah kesenangan, karena terbayang uang akan kembali, tapi bagaimana yang tidak berhasil menjadi anggota DPR, stress memikirkan bagaimana mengembalikan uang. Jika ini benar maka sesungguhnya partai politik tidak bisa diharapkan menjadi contoh pemberantasan korupsi. Kita juga tidak bisa berharap kinerja anggota DPR kelak lebih baik, lebih bersih dan lebih memperjuangkan rakyat. bagaimana kalau alasan anggota DPR, ngapain saya perjuangkan, kan saya sudah beli suaranya.
Wah Indonesiaku...?????
Korupsi memang sepertinya tidak akan bisa diberantas. Coba simak partai politik yang seharusnya menjadi contoh pemberantasan korupsi, tidak mampu melakukannnya. Ini cerita, sungguh terjadi namun sulit membutikannya.
Untuk menjadi caleg jadi atau caleg nomor satu, temanku menggelontorkan sejumlah uang. Lain lagi kalau caleg pindahan (sekarang anggota DPR, tapi masih ingin duduk lagi) dari partai lain yang tak lolos untuk ikut pemilu, untuk mengamankan pencaleg-annya ia harus juga mengeluarkan sejumlah uang, sedikit masuk akal alasan pengurus partai. Kamu anggota baru, masak langsung jadi caleg kami, gimana dengan kader kami yang lain. Na...cara ini cukup ampuh untuk 'melegalkan pungutan' dari caleg pindahan ini oleh pengurus partai.
Saat mereka sudah menjadi caleg, dengan cara apapun dilakukan demi mendapatkan suara atau agar dipilih oleh rakya, maka uangpun bicara lagi, saat pelaksanaan pemilu tiba, uangpun lagi-lagi bicara agar petugas pemilu (PPS, KPU) dibayar agar suaranya 'diamankan'.
Jadi semua tahapan pakai uang, jelas tidak sedikit uang yang harus di keluarkan. Tentu saja kalau jadi / berhasil, berbuah kesenangan, karena terbayang uang akan kembali, tapi bagaimana yang tidak berhasil menjadi anggota DPR, stress memikirkan bagaimana mengembalikan uang. Jika ini benar maka sesungguhnya partai politik tidak bisa diharapkan menjadi contoh pemberantasan korupsi. Kita juga tidak bisa berharap kinerja anggota DPR kelak lebih baik, lebih bersih dan lebih memperjuangkan rakyat. bagaimana kalau alasan anggota DPR, ngapain saya perjuangkan, kan saya sudah beli suaranya.
Wah Indonesiaku...?????
Comments