"VENICE FROM EAST", PALEMBANG Venisia Yang Hilang.
Demikian judul tulisan yang diturunkan KOMPAS Minggu 13 Mei 2001. ditulis oleh William Santosa, Saya kutipkan tulisannya. Venice from East / Venisia dari Timur disebut pada tahun 1819 oleh awak Belanda yang pertama kali membuat peta kota Palembang yang memiliki lebih dari 100 anak sungai. Pada zaman kolonial Belanda kota itu mulai disebut Palembang sche Beneden Landen atau Tanah Datar, dari seluruh kota di Indonesia yang pernah diduduki Belanda, hanya Kota Palembang disebut Venice from East Venisia dari Timur. Tetapi setelah seabad sebutan itu tidak pernah terdengar lagi, Sebutan indah itu hanya diketahui segelintir orang yang kebetulan membaca atau mendengar sejarah kota Palembang.
Kota Palembang sudah terkenal sejak zaman keemasan Kerajaan Srivijaya pada abad ke 7 serta pada zaman kolonialisme pada awal abad ke 18. Sejak kolonial Belanda menduduki kota Palembang merupakan kawasan (Pasar 16 ilir sekarang) Industri-ekonomi yang sangat pesat, indah, menawan, asri dan rapi.
Kenapa sebutan indah Venice fro East Venisia dari Timur muncul?, tentu ada sebabnya, Terutama bidak arsitektur seperti Benteng kesultanan (Kuto Besak), bangunan peninggalan Belanda lainnya, artefak, prasasti, pelabuhan transito, Kawasan itu (16 ilir sekarang) sendiri merupakan peninggalan Belanda yang dibuktikan dengan bangunan bergaya khas molding, jendelanya tinggi dan lebar, sudur bangunan diukir seperti candi, dinding berwarna putih, krem atau krem.
Belanda tentu punya alasan kuat untuk membangun kawasan itu (16 ilir) menjadi kawasan yang terpadu, baik, indah, asri dan nyaman, yang sekaligus menjadi tempat pertahanan. Kawasan itu menjadi tempat yang baik dan mudah terjangkau bagi pendatang, karena satu-satunya transportasi antar pulau hanyalah air, maka wajarlah jika kawasan tepi sungai menjadi kawasan yang patut dikembangkan secara baik, dan bertujuan jangka panjang.
Namun sejak Belanda meninggalkan kota Palembang kawasan itu berubah tanpa kendali dan semraut, keindahan, menawan, asri dan rapi perlahan hilang dan berubah menjadi tidak terkendali. bahkan beberapa gedung/bangunan peninggalan sejarah itu mulai hilang, ikut terbakar di tahun 1996 dan atau tidak tanpa karena tertutup oleh bangunan lain. bangunan yang terbakar, rusak tidak ada usaha Pemerintah setempat untuk merekonstruksi kembali, atau upaya mengembalikan kembali bentuk semula bangunan bersejarah itu, demikian William menulis.
Yang juga menjadi pertanyaan saya, mengapa waktu itu penguasa di Palembang membiarkan warga membangun bangunan di kawasan bersejarah itu (16 ilir) semenjak Belanda hengkang dari Palembang?. Lalu kemana juga perhatian, kepedulian kesadaran warga-warga Palembang untuk melestarikan kawasan, bangunan bersejarah peninggalan masa lalu itu.
Padahal jika itu dipertahankan tentu Palembang memiliki kawasan kota tua / kawasan elok yang bisa menjadi pusat wisatawan dari berbagai daerah dari berbagai turis manca negara. Banyak bangunan tua itu tidak terawat, tidak dianggap penting, terkesan kita baru pada tahap bangga, kita juga punya seperti di tempat/daerah lain, tapi belum mampu mengembangkannya, belum mampu memaksimalkannya sehingga menjadi potensi wisata untuk anak cucu. Bayangkanlah jika kawasan 16 ilir itu indah, rapi, asri dan nyaman Palembang menjadi kota indah dilihat dan dinikmati baik dari darat, dari sungai maupun dari ketinggian (Jembatan Ampera).
Wikipedia Venesia (bahasa Italia: Venezia) adalah ibu kota regione Veneto danProvinsi Venesia di Italia. Kota ini memiliki luas wilayah 412 km² dan populasi 271.663 jiwa (2003). Republik Venesia berdiri di kota ini dari abad ke-9 hingga ke-18. Kota kanal ini terkenal dengan sarana transportasi air, di antaranya gondola. Venesia dikenal sebagai kota eksotik di Italia yang dikelilingi kanal-kanal di antara bangunan dan gedung. kota yang banyak berdiri bangunan antik, indah sungai-sungai bersih, dan kota yang dikenal sangat romatis.
Namun sejak Belanda meninggalkan kota Palembang kawasan itu berubah tanpa kendali dan semraut, keindahan, menawan, asri dan rapi perlahan hilang dan berubah menjadi tidak terkendali. bahkan beberapa gedung/bangunan peninggalan sejarah itu mulai hilang, ikut terbakar di tahun 1996 dan atau tidak tanpa karena tertutup oleh bangunan lain. bangunan yang terbakar, rusak tidak ada usaha Pemerintah setempat untuk merekonstruksi kembali, atau upaya mengembalikan kembali bentuk semula bangunan bersejarah itu, demikian William menulis.
Yang juga menjadi pertanyaan saya, mengapa waktu itu penguasa di Palembang membiarkan warga membangun bangunan di kawasan bersejarah itu (16 ilir) semenjak Belanda hengkang dari Palembang?. Lalu kemana juga perhatian, kepedulian kesadaran warga-warga Palembang untuk melestarikan kawasan, bangunan bersejarah peninggalan masa lalu itu.
Padahal jika itu dipertahankan tentu Palembang memiliki kawasan kota tua / kawasan elok yang bisa menjadi pusat wisatawan dari berbagai daerah dari berbagai turis manca negara. Banyak bangunan tua itu tidak terawat, tidak dianggap penting, terkesan kita baru pada tahap bangga, kita juga punya seperti di tempat/daerah lain, tapi belum mampu mengembangkannya, belum mampu memaksimalkannya sehingga menjadi potensi wisata untuk anak cucu. Bayangkanlah jika kawasan 16 ilir itu indah, rapi, asri dan nyaman Palembang menjadi kota indah dilihat dan dinikmati baik dari darat, dari sungai maupun dari ketinggian (Jembatan Ampera).
Wikipedia Venesia (bahasa Italia: Venezia) adalah ibu kota regione Veneto danProvinsi Venesia di Italia. Kota ini memiliki luas wilayah 412 km² dan populasi 271.663 jiwa (2003). Republik Venesia berdiri di kota ini dari abad ke-9 hingga ke-18. Kota kanal ini terkenal dengan sarana transportasi air, di antaranya gondola. Venesia dikenal sebagai kota eksotik di Italia yang dikelilingi kanal-kanal di antara bangunan dan gedung. kota yang banyak berdiri bangunan antik, indah sungai-sungai bersih, dan kota yang dikenal sangat romatis.
Belanda saja sudah menyebut Palembang sebagai Venice from East / Venisia dari Timur itu, sebuah sebutan yang tidak sembarangan, tidak main-main, sebuah sebutan yang indah dan memang layak disematkan pada Palembang, Kenapa kita tidak coba kembalikan hal itu? bisahkah?. Bisakah minimal Palembang menjadi kota nyaman, sehat dan romantis?...Untuk anak cucu. Semoga bermaafaat.
Comments