TERTAWA GELI KARENA MATEMATIKA
Seorang sahabat dekatku yang sudah kukenal sejak SMP di Aceh dulu, hingga kini kami masih sering saling menelpon, sms-an atau bbm-an. Untuk sekedar menayakan kabar masing-masing, dan cerita-cerita lainnya. Saat cerita tentang hasil ujian anakku yang baru selesai ujian kelulusan tingkat SMP, sahabatku itu terus bertanya nilai yang didapat anakku. "Alhamdulillah, ujarku anakku lulus, dan dapat nilai 8,9 dan nilai matematikannya 9.7 sekian". Ujarku melanjutkan cerita.
"Hebat ya", ujar sahabatku lalu iapun tertawa kuat dan agak lama, dalam tertawanya ia sempat berujar "bisa pula anakmu hebat matematika, kalau aku ingat-ingat kau dulukan paling buntu dan mati kutu pelajaran itu. Aku masih ingat gimana waktu kuliah semester pertama dulu kau hanya terdiam disuruh ke depan untuk jawab soal dosen matematika kita waktu itu".
Akupun ikut tertawa, bahagia sekalian meng 'iyakan', apa yang di sebut sahabatku itu. Aku dulu memang kalau pelajaran matematika tidak ngerti-ngerti, entah kenapa otakku langsung buntu kalau soal hitung-hitungan. Kuakui aku memang lemah dalam pelajaran hitung menghitung. Entah mana yang benar tak suka lalu tak ngerti, atau tak ngerti-ngerti lalu tak suka. Lalu menjadi pelajaran yang paling tidak minati, makanya jurusannya IPS, SMA.
Latas sahabatku berujar "dari mana pula ia bisa hebat matematika ya". Ia masih tertawa. "Dari istriku kayaknya, karena istriku yang mengajarkan hal itu, istriku bisa jawab soal lewat perumpamaan atau dengan cara mudah lainnya, sehingga anakku bisa paham, kalau aku kadang membantu anakku pelajaran sosial saja, seperti menggambar, IPS, Bahasa Indonesia". Kami cerita sambil tertawa geli dalam telepon itu, karena prestasi anakku dibidang matematika berbading terbalik dengan prestasiku dibidang itu.
Dulu zaman saya sekolah anak murid yang dengan nilai matematika di atas 8, sudah disebut pintar bahkan mendekati jenius, sedangkan anak yang benilai tinggi (walau 9) pada pelajaran sosial belum dianggap pintar. Ukuran kecerdasan waktu itu memang masih dari segi pelajaran hitung-hitungan atau eksak, padahal jenis kecerdasan sangat banyak. Cerdas berhitung, cerdas menggambar, cerdas memadukan/memodifikasi, cerdas berbahasa, cerdas menulis, cerdas bermusik, cerdas dalam mempersiapkan diri untuk akhirat dan seterusnya.
Aku bersyukur sekali, Alhamdulillah, Allah Maha Adil, semoga anak-anakku menjadi lebih cerdas juga terutama lebih cerdas untuk memikirkan akhiratnya. Sudah tentu saya berharap anak saya sukses dunia juga di ridhoi Allah SWT di akhirat. SELAMAT MILAD ANAKKU NABILA KHANSA. SEMOGA SEHAT, BERIMAN DAN BERTAWA PADA ALLAH SWT. Aamiin.
Comments