Tentang Kartini Dan Cut Nyak Dien.
Tentang Kartini Dan Cut Nyak Dien.
Tulisan ini tidak bermaksud buruk, penulis hanya mencoba menggugah pembaca berfikir dan bersikap secara adil terhadap cara pandang pada dua orang pejuang, pahlawan wanita bangsa Indonesia yaitu R.A KARTINI dan CUT NYAK DIEN, selain itu juga untuk menambah cakrawala berfikir kita.
Keduanya telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai pahlawan nasional, karena dianggap telah berjasa besar terhadap bangsa Indonesia. Namun gaung serta popularitas keduanya sangat berbeda. Kartini disetiap kelahirannya dibulan April selalu diperingati dengan berbagai cara, termasuk tulisan/artikel yang memuat tentangnya, Jelas ia lebih populer. Namun dilain pihak untuk seorang Cut Nyak Dien, barangkali banyak yang tidak paham siapa dia, paling-paling hanya tau kalau dia orang Aceh yang diindikasikan dari namanya.
Masih relevankah kita berbicara tentang Kartini hari ini ???, Tentu saja jawabnya masih, bila perspektifnya kesetaraan. Dalam tulisan ini sengaja tidak digunakan kata emansipasi, karena penulis yakin Kartini sendiri juga tak pernah mengenal kata itu apalagi menggunakannya. Tapi apakah kesetaraan yang diidamkan oleh Kartini dalam tulisan-tulisannya kurang lebih 100 tahun yang lalu masih belum tercapai?. Penulis berkeyakinan jika seandainya Kartini diberi kesempatan hidup kembali dimasa sekarang. Ada dua hal saja yang akan dilakukan oleh Kartini, Pertama Kartini akan tersenyum bahagia melihat kemajuan wanita-wanita Indonesia, bahkan sudah ada wanita yang menjadi orang nomor satu Indonesia yaitu Presiden. Kedua Kartini akan tertunduk menangis melihat kenyataan bahwa wanita Indonesia banyak yang benar-benar tertinggal, melenceng dari cita-citanya dan banyak pula yang menjadi korban perdagangan yang pelakunya adalah wanita sendiri.
Dalam hal kesetaraan, dari hasil pengamatan penulis. Wanita selalu memiliki jawaban atau alasan yang kuat untuk tidak disetarakan. Sebagai contoh kecil saja ketika di lingkungan perumahan penulis dilaksanakan siskamling, wanita punya alasan kuat untuk tidak dilibatkan secara langsung, penulis yakin itu berlaku juga dimana-mana, apalagi zaman sekarang yang penuh resiko. Artinya tuntutan tentang kesetaraan masih setengah hati dikalangan wanita sendiri.
Sejarah mencatat seorang Kartini telah menulis tentang cita-citanya untuk mensetarakan hak antara Laki-laki dan Wanita, karena pada waktu itu kesetaraan itu tidak ada dan memang tidak dimungkinkan dalam sosial budaya Jawa. Kartini telah melihat ada persoalan, ia mencatat hal itu. Inilah salah satu kelebihan Kartini. Hingga akhir hayatnya Kartini tidak pernah terjun langsung untuk mensosialisasikan cita-citanya dan memperjuangkannya secara langsung dengan gigih. Padahal peluang Kartini untuk hal itu sangat besar karena Kartini seorang istri pejabat kala itu dan Kartini memiliki pola dan cara berfikir yang berbeda, sehingga seharusnya ia mampu meyakinkan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan cita-citanya, bukan hanya berkirim surat kepada sahabatnya. Jika Kartini tidak secara langsung memperjuangkan cita-citanya, artinya kemajuan wanita Indonesia sekarang ini bukanlah upaya langsung sang Kartini namun karena memang sudah merupakan tuntutan zaman.
Dibeberapa daerah Indonesia persoalan kesetaraan antara wanita dan laki-laki, tidaklah menjadi masalah. Terutama diluar Jawa. sebagai contoh Di Komering Ulu Sumetara Selatan, di Batak, Aceh, Padang, wanita pada umumnya memiliki peran yang sangat penting dalam urusan kekeluargaan dan sosial budaya. Di Komering Ulu-Sumatera Selatan misalnya; Wanita telah diberi peluang yang sangat besar dalam bersuara dan berkarya. Bila seorang ayah yang telah ditinggal pergi istrinya maka sang ayah akan terlebih dahulu bertanya kepada anak wanitanya bila akan menikah lagi. Pendapat sang anak wanita sangat menentukan. Untuk di Aceh wanita juga memiliki kesempatan yang sama untuk bersuara dan berkarya. Hal itu dapat kita ambil contoh pada Cut Nyak Dien. Persoalan kesetaraan bukanlah masalah diluar Jawa, khususnya tempat kecil yang namanya Demak tempat Kartini dilahirkan dan dibesarkan.
Seorang Cut Nyak Dien adalah wanita dan rakyat biasa, namun menjadi tak biasa bila kita membaca riwayat siapa Cut Nyak Dien. Cut adalah seorang guru ngaji bagi anak-anaknya dan anak lain dikampungnya. Ini adalah salah satu kelebihan Cut yang lain, ia mampu membagi ilmunya kepada orang lain, yang memang hal itu merupakan kewajiban dan buah dari kayakinan yang ia anut yaitu Islam. Cut adalah seorang pendidik kala itu yang ia lakukan karena panggilan iman dan keyakinan, bukan karena faktor keuangan.
Cut juga seorang pemimpin, ia memimpin peperangan rakyat ACEH melawan penjajah, Ketika suaminya Teuku Umar wafat sang pemimpin perlawanan penjajah. Cut Nyak Dien secara langsung mengambil alih pemimpin perlawanan dilapangan terhadap Belanda. Rakyat yang dipimpinya terdiri dari laki-laki dan wanita, bahkan lebih banyak laki-lakinya. Bagi seorang Cut tidak ada alasan untuk mengatakan ia seorang wanita, yang lemah, yang perlu dilindungi. Baginya perlawanan terhadap penjajah boleh dilakukan oleh siapa saja, keberanian Cut melebihi keberanian laki-laki lainnya. Kesetaraan perjuangan yang ia lakukan benar-benar beresiko besar terhadap dirinya, namun dengan iman dan keyakinan yang dianutnya, Cut tidak ambil peduli. Bahkan pihak Belanda begitu kagum dan salut serta khawatir atas semangat juang, pantang menyerah dan karisma seorang Cut Nyak Dien, sehingga ia dipisahkan dengan rakyatnya, yaitu dibuang ke pulau Jawa.
Ketika sang suami wafat, Cut Nyak Dien yang menjadi guru ngaji, juga menjadi ibu bagi anak kandungnya, anak didiknya, dan rakyat Aceh yang turut berjuang melawan penjajah sekaligus menjadi ayah bagi mereka. Cut benar-benar menjadi seorang pejuang sejati. Cut Nyak Dien wanita biasa yang benar-benar tak biasa.
Dari uraian singkat diatas maka kita dapat berkesimpulan bahwa:
1. Persoalan kesetaraan tidak terjadi diluar Jawa (khususnya di ACEH). Persoalan kesetaraan tersebut sesungguhnya hanya karena faktor sosial budaya saja.
2. R.A Kartini tidak memperjuangkankan secara langsung cita-citanya sedangkan Cut Nyak Dien secara langsung terjun dilapangan memimpin rakyat ACEH untuk melawan dan mengusir Belanda, tanpa harus beralasan bahwa ia seorang wanita. Cut membuktikan kesetaraan tidak menjadi persoalan.
3. R.A Kartini sesungguhnya memiliki peluang lebih besar untuk memperjuangkan cita-citanya karena Kartini seorang turunan Ningrat dan istri seorang pejabat kala itu dan iapun memiliki pola fikir dan cara pandang yang lebih baik, sehingga seharusnya mampu meyakinkan pihak terkait untuk dilakukannya kesetaraan antara laki-laki dengan wanita. Namun tidak dilakukan, tidak tahu apa sebabnya.
4. Sedangkan Cut Nyak Dien tanpa harus banyak menulis langsung bertindak dan berbuat padahal resiko dan akibat langsung pada dirinya lebih besar, yaitu kematian. Disinilah letak keteguhan, keberanian, ketegaran seorang Cut Nyak Dien lebih besar dan lebih baik dari seorang Kartini.
5. Apakah untuk seorang R.A Kartini yang hanya bercita-cita, melalui tulisan tanpa mencoba mewujudkannya harus disebut pahlawan bahkan lebih harum namanya?.
6. Kemajuan wanita Indonesia sekarang ini bukanlah hasil jerih payah Kartini, tapi semata-mata karena tuntutan zaman. Kartini tidak mewujudkan cita-citanya.
Silahkan anda juga berkesimpulan sendiri. Penulis tidak bermaksud buruk terhadap Kartini, Namun saya hanya ingin kita memiliki cakrawala yang luas dan seimbang, terhadap pejuang-pejuang wanita kita
Tulisan ini tidak bermaksud buruk, penulis hanya mencoba menggugah pembaca berfikir dan bersikap secara adil terhadap cara pandang pada dua orang pejuang, pahlawan wanita bangsa Indonesia yaitu R.A KARTINI dan CUT NYAK DIEN, selain itu juga untuk menambah cakrawala berfikir kita.
Keduanya telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai pahlawan nasional, karena dianggap telah berjasa besar terhadap bangsa Indonesia. Namun gaung serta popularitas keduanya sangat berbeda. Kartini disetiap kelahirannya dibulan April selalu diperingati dengan berbagai cara, termasuk tulisan/artikel yang memuat tentangnya, Jelas ia lebih populer. Namun dilain pihak untuk seorang Cut Nyak Dien, barangkali banyak yang tidak paham siapa dia, paling-paling hanya tau kalau dia orang Aceh yang diindikasikan dari namanya.
Masih relevankah kita berbicara tentang Kartini hari ini ???, Tentu saja jawabnya masih, bila perspektifnya kesetaraan. Dalam tulisan ini sengaja tidak digunakan kata emansipasi, karena penulis yakin Kartini sendiri juga tak pernah mengenal kata itu apalagi menggunakannya. Tapi apakah kesetaraan yang diidamkan oleh Kartini dalam tulisan-tulisannya kurang lebih 100 tahun yang lalu masih belum tercapai?. Penulis berkeyakinan jika seandainya Kartini diberi kesempatan hidup kembali dimasa sekarang. Ada dua hal saja yang akan dilakukan oleh Kartini, Pertama Kartini akan tersenyum bahagia melihat kemajuan wanita-wanita Indonesia, bahkan sudah ada wanita yang menjadi orang nomor satu Indonesia yaitu Presiden. Kedua Kartini akan tertunduk menangis melihat kenyataan bahwa wanita Indonesia banyak yang benar-benar tertinggal, melenceng dari cita-citanya dan banyak pula yang menjadi korban perdagangan yang pelakunya adalah wanita sendiri.
Dalam hal kesetaraan, dari hasil pengamatan penulis. Wanita selalu memiliki jawaban atau alasan yang kuat untuk tidak disetarakan. Sebagai contoh kecil saja ketika di lingkungan perumahan penulis dilaksanakan siskamling, wanita punya alasan kuat untuk tidak dilibatkan secara langsung, penulis yakin itu berlaku juga dimana-mana, apalagi zaman sekarang yang penuh resiko. Artinya tuntutan tentang kesetaraan masih setengah hati dikalangan wanita sendiri.
Sejarah mencatat seorang Kartini telah menulis tentang cita-citanya untuk mensetarakan hak antara Laki-laki dan Wanita, karena pada waktu itu kesetaraan itu tidak ada dan memang tidak dimungkinkan dalam sosial budaya Jawa. Kartini telah melihat ada persoalan, ia mencatat hal itu. Inilah salah satu kelebihan Kartini. Hingga akhir hayatnya Kartini tidak pernah terjun langsung untuk mensosialisasikan cita-citanya dan memperjuangkannya secara langsung dengan gigih. Padahal peluang Kartini untuk hal itu sangat besar karena Kartini seorang istri pejabat kala itu dan Kartini memiliki pola dan cara berfikir yang berbeda, sehingga seharusnya ia mampu meyakinkan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan cita-citanya, bukan hanya berkirim surat kepada sahabatnya. Jika Kartini tidak secara langsung memperjuangkan cita-citanya, artinya kemajuan wanita Indonesia sekarang ini bukanlah upaya langsung sang Kartini namun karena memang sudah merupakan tuntutan zaman.
Dibeberapa daerah Indonesia persoalan kesetaraan antara wanita dan laki-laki, tidaklah menjadi masalah. Terutama diluar Jawa. sebagai contoh Di Komering Ulu Sumetara Selatan, di Batak, Aceh, Padang, wanita pada umumnya memiliki peran yang sangat penting dalam urusan kekeluargaan dan sosial budaya. Di Komering Ulu-Sumatera Selatan misalnya; Wanita telah diberi peluang yang sangat besar dalam bersuara dan berkarya. Bila seorang ayah yang telah ditinggal pergi istrinya maka sang ayah akan terlebih dahulu bertanya kepada anak wanitanya bila akan menikah lagi. Pendapat sang anak wanita sangat menentukan. Untuk di Aceh wanita juga memiliki kesempatan yang sama untuk bersuara dan berkarya. Hal itu dapat kita ambil contoh pada Cut Nyak Dien. Persoalan kesetaraan bukanlah masalah diluar Jawa, khususnya tempat kecil yang namanya Demak tempat Kartini dilahirkan dan dibesarkan.
Seorang Cut Nyak Dien adalah wanita dan rakyat biasa, namun menjadi tak biasa bila kita membaca riwayat siapa Cut Nyak Dien. Cut adalah seorang guru ngaji bagi anak-anaknya dan anak lain dikampungnya. Ini adalah salah satu kelebihan Cut yang lain, ia mampu membagi ilmunya kepada orang lain, yang memang hal itu merupakan kewajiban dan buah dari kayakinan yang ia anut yaitu Islam. Cut adalah seorang pendidik kala itu yang ia lakukan karena panggilan iman dan keyakinan, bukan karena faktor keuangan.
Cut juga seorang pemimpin, ia memimpin peperangan rakyat ACEH melawan penjajah, Ketika suaminya Teuku Umar wafat sang pemimpin perlawanan penjajah. Cut Nyak Dien secara langsung mengambil alih pemimpin perlawanan dilapangan terhadap Belanda. Rakyat yang dipimpinya terdiri dari laki-laki dan wanita, bahkan lebih banyak laki-lakinya. Bagi seorang Cut tidak ada alasan untuk mengatakan ia seorang wanita, yang lemah, yang perlu dilindungi. Baginya perlawanan terhadap penjajah boleh dilakukan oleh siapa saja, keberanian Cut melebihi keberanian laki-laki lainnya. Kesetaraan perjuangan yang ia lakukan benar-benar beresiko besar terhadap dirinya, namun dengan iman dan keyakinan yang dianutnya, Cut tidak ambil peduli. Bahkan pihak Belanda begitu kagum dan salut serta khawatir atas semangat juang, pantang menyerah dan karisma seorang Cut Nyak Dien, sehingga ia dipisahkan dengan rakyatnya, yaitu dibuang ke pulau Jawa.
Ketika sang suami wafat, Cut Nyak Dien yang menjadi guru ngaji, juga menjadi ibu bagi anak kandungnya, anak didiknya, dan rakyat Aceh yang turut berjuang melawan penjajah sekaligus menjadi ayah bagi mereka. Cut benar-benar menjadi seorang pejuang sejati. Cut Nyak Dien wanita biasa yang benar-benar tak biasa.
Dari uraian singkat diatas maka kita dapat berkesimpulan bahwa:
1. Persoalan kesetaraan tidak terjadi diluar Jawa (khususnya di ACEH). Persoalan kesetaraan tersebut sesungguhnya hanya karena faktor sosial budaya saja.
2. R.A Kartini tidak memperjuangkankan secara langsung cita-citanya sedangkan Cut Nyak Dien secara langsung terjun dilapangan memimpin rakyat ACEH untuk melawan dan mengusir Belanda, tanpa harus beralasan bahwa ia seorang wanita. Cut membuktikan kesetaraan tidak menjadi persoalan.
3. R.A Kartini sesungguhnya memiliki peluang lebih besar untuk memperjuangkan cita-citanya karena Kartini seorang turunan Ningrat dan istri seorang pejabat kala itu dan iapun memiliki pola fikir dan cara pandang yang lebih baik, sehingga seharusnya mampu meyakinkan pihak terkait untuk dilakukannya kesetaraan antara laki-laki dengan wanita. Namun tidak dilakukan, tidak tahu apa sebabnya.
4. Sedangkan Cut Nyak Dien tanpa harus banyak menulis langsung bertindak dan berbuat padahal resiko dan akibat langsung pada dirinya lebih besar, yaitu kematian. Disinilah letak keteguhan, keberanian, ketegaran seorang Cut Nyak Dien lebih besar dan lebih baik dari seorang Kartini.
5. Apakah untuk seorang R.A Kartini yang hanya bercita-cita, melalui tulisan tanpa mencoba mewujudkannya harus disebut pahlawan bahkan lebih harum namanya?.
6. Kemajuan wanita Indonesia sekarang ini bukanlah hasil jerih payah Kartini, tapi semata-mata karena tuntutan zaman. Kartini tidak mewujudkan cita-citanya.
Silahkan anda juga berkesimpulan sendiri. Penulis tidak bermaksud buruk terhadap Kartini, Namun saya hanya ingin kita memiliki cakrawala yang luas dan seimbang, terhadap pejuang-pejuang wanita kita
Comments