ASDP KEPRI BELUM BERUBAH.
Hari Sabtu tanggal 27 Desember 2014 pagi lalu saya sekeluarga (istri dan dua anakku) menuju Lobam-Bintan. Kami kebetulan di undang oleh tetanggaku dulu atas acara syukuran sunatan anak lelakinya. Jadwal keberangkatan kapal roro milik ASDP dari Punggur-Batam menuju Tanjung Uban-Bintan yang pertama adalah 08.00 pagi. Tentu saja sehabis sholat subuh kami sudah berangkat menuju pelabuhan punggur, karena khawatir tak dapat tiket dan taka dapat menyeberang. Alasan lain memilih jadwal keberangkatan pertama agar kami punya waktu untuk berkunjung, bertemu sahabat-sahabat lama disana.
Sampai di pelabuhan ASDP punggur, sekira pukul 07 tujuh kurang sedikit, ternyata rombongan 'gowes' dari mesjid Darussalam Perumahan Muka Kuning Indah 1 (Genta) Batam, sudah berkumpul disana, pintu pagarnya belum di buka. tapi orang-orang sudah banyak beraktifitas, jual beli untuk sarapan didalam area penjualan tiket, sudah ada aktifitas orang memperbaiki kendaraan, namun petugas penjual tiket belum ada, padahal penumpang mulai berdatangan.
Sekitar pukul 07.00 petugas tiket datang, biasalah siap-siap dokumen, uang receh (untuk kembalian), serta alat kerja lainnya. Na..ini salah satu yang menurut saya masih belum berubah, kerja manual, saya terakhir kali menggunakan kapal roro sekitar 4 tahun lalu. Orang berdesakkan, tidak pakai antri bahkan ada yang mendekat masuk ke mejanya si petugas tiket. Tiketnya sudah di cetak banyak seperti bundel (tiket orang/penumpang dan tiket kendaraan berbagai jenis), petugas tinggal merobek/melepas tiket saja. Kasihan ibu-ibu atau anak-anak gadis harus berhimpitan/berdesakan dengan kaum pria.
Kemudian saya juga perhatikan pengawasan terhadap barang bawaan, orang, kendaraan yang masuk menuju pelabuhan dan kapal sangat lemah. Yang sudah kenal tinggal memberi kode, atau angkat tangan, atau bahkan tinggal masuk saja seolah itu adalah halaman rumah mereka sendiri. Barang bawaan penumpang tidak di periksa, kecuali barang-barang yang dibawa oleh mobil truk (ekspedisi), inipun pengecekannya saya liat ala kadarnya, bahkan ada petugas yang meminta buah-buahhan yang dibawa oleh truk itu.
Bagi yang sudah membeli tiket baik orang maupun kendaraan tidak diberi arahan/petunjuk apapun, misal harus kemana, cuma ada petunjuk parkir kendaraan sesuai jenis; motor ada jalurnya, sedan, truk dll. Tapi saya liat ada saja seenaknya parkir dan masuk, sepertinya angkot-angkot non resmi juga angkot yang resmi. Siapa saja boleh masuk (orang maupun kendaraan) suasana jadi semraut, dan bagaimana pula kalau ada orang berniat jahat. Ruang tunggu memang ada, tapi minim fasilitas kursinya sedikit akibatnya orang lebih suka, sambil menunggu duduk diluar baik itu diatas/dalam kendaraan sendiri, maupun duduk-duduk atau berdiri dipinggiran pelabuhan/dermaga, pinggir pagar, atau dibawah pohon. Nah bagaimana kalau hujan atau terik matahari.
Waktu makin mendekat dipukul 8 penumpang makin banyak. Tapi tanda-tanda keberangkatan belum juga terlihat. Hingga pukul 8 juga kapal roro tidak juga berangkat menuju Tanjung Uban Bintan. Tidak ada upaya penjelasan resmi apapun dari pihak ASDP. Sudah pukul 8 lewat tidak juga berangkat. Ternyata setelah banyak penumpang mencari tahu sendiri apa sebab tidak juga berangkat, konon katanya ada masalah d mesin. Tapi kenapa tidak diberi penjelasan resmi, kenapa pula tidak diketahui dari awal dan mengantisipasi dari awal. Penumpang dibiarkan, tidak dihargai, tidak dihormati. Rombongan 'gowes' saya liat dan dengar mulai bersorak-sorak, teriak-teriak, tepuk tangan karena mulai terganggu, harap maklum pasti mereka sudah membuat perencanaan matang, yang disesuaikan dengan waktu, tempat dan jadwal kapal roro.
Tak lama Kapal yang dari Tanjung Uban mendekat, untuk merapat terhambat oleh kapal yang serahusnya berangkat ke Tangjung Uban. Kenapa terhambat?, karena kapal yang rusak itu tidak segera menjauh dari pelabuhan tempat kapal menambatkan tali dan 'menjulurkan' pintu untuk tempat masuk orang dan kendaraan, kalo tak salah namanya 'rampdoor'. Mereka seperti tidak saling koodinasi, sudah tau kapal mereka rusak dan sudah tau kapal dari uban normal, kenapa tidak segera manjauh untuk memberikan kesempatan kapal dari Tanjung Uban untuk merapat, akibatnya waktu terbuang.
Ketika penumpang dan kendaraan dari Tanjung Uban sudah turun semua, penumpang dari Batam langsung dipersilahkan naik ke kapal yang baru saja tiba dari Tanjung Uban. Disini petugas saya lihat benar-benar bekerja, berjibaku, bahu-membahu untuk mengatur kendaraan agar parkirnya benar-benar teratur dan baik sehingga kendaraan (motor & mobil) bisa lebih banyak yang masuk. Cuman sayang saya lihat perlakuan petugas terhadap kendaran motor seenaknya; mereka sorong, tarik, putar tanpa harus 'melepas cagak/standar tegak' motor. Lantai berbunyi dan tergores oleh perlakun kendaran seperti itu, mungkin juga menyebabkan 'cagak/standar' motor mengalami masalah setelah itu.
Ketika naik menuju area penumpang, saya begitu terkejut karena sama sekali tidak beraturan. Bagi penumpang tersedia kursi dan sejenis tempat tidur bertingkat dua berlantai besi tanpa alas apapun. Yang sudah duduk / mendapatkan kursi seenaknya meletakan barang bawaannya di kursi disebelahnya seolah orang lain tidak boleh duduk. Yang mendapatkan tempat untuk baring juga seenaknya melatakkan barang, bahkan juga seenaknya baring. Penumpang seolah berada dirumahnya sendiri mau meletakkan barang dimana saja, seperti apa, baring posisi apa saja boleh (ke utara, ke selatan, ke timur maupun ke barat), tidak ada yang mengatur atau tidak ada yang memberitahu, akibatnya mengurangi jumlah yang bisa duduk dan mengurangi yang bisa baring dari jumlah yang seharusnya. Tidak pula diperiksa tiket para penumpang untuk memastikan bahwa penumpang memang membeli tiket, padahal dulu satahu saya cukup ketat. "Konon" katanya jika orang yang sudah 'dikenal', atau aparat tidak perlu bayar, bahkan lebih didahulukan.
Kemudian saya sama kedua anak saya naik di bagian atas, disana seperti area penumpang juga, pemandangannya lebih luas dan lebih bebas tanpa hambatan, kita bisa melihat secara leluasa dan baik pemandangan pinggiran Batam (pabrik, galangan kapal, dll), pulau-pulau disekitarnya. Ada tempat duduk, ketika sampai di atas sudah banyak namun sayang tidak ada petugas yang berjaga-jaga untuk mengingatkan penumpang jika terlalu pinggir berdiri, atau duduk atau berdiri pada tempatnya.
Pihak ASDP KEPRI sepertinya bukannya berubah lebih baik dalam melayani para penumpangnya, upaya untuk lebih memanusiakan saja terabaikan, yang saya rasakan pelayanan itu semakin menurun dan semakin buruk. Semoga tulisan ini menjadikan pihak terkait untuk berbenah bukan untuk semakin gerah.
Comments