Jembatan Batam-Bintan????
JEMBATAN BATAM-BINTAN PRESTIUS, NANTI DULU!
Rencana pembangunan Jembatan Batam-Bintan sesungguhnya rencana lama sang perancang Batam yaitu BJ. Habibie. Jadi rencana itu tidak secara mendadak dan begitu saja ada. Habibie merencanakan hal itu secara matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kemungkinan, dan tidak mungkin sekedar dibangun tanpa didukung faktor-faktor lain yang mendukung. Jembatan itu jika ada dan selesai sungguh luar biasa indah dan benar-benar prestius. Sebuah kebanggaan dan lambang keberhasilan. Lalu apakah hal itu mungkin dilaksanakan dalam waktu dekat ini, nanti dulu!!??. Setelah membaca tulisan ini anda diharapkan memahami bahwa kita bukanlah “aladin”. Tulisan ini tidak dalam analisis angka-angka, hanya logika.
Tulisan ini pertama kali saya buat ketika akan diadakannya pemilihan Gubernur Pertama Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2004 yang lalu dan pernah saya masukkan ke sebuah harian yang terbit di KEPRI (namun sayang harian tersebut kini almarhum). Salah satu calon Gubernurnya menggembar-gemborkan masalah pembangunan jembatan ini, sehingga banyak yang teryakin-yakin namun hingga hari ini tanda-tanda jembatan itu akan dibangun belum ada. saya yakin pemilihan Gubernur yang akan datang ini akan digembar-gemborkan lagi. Juga dengan berpura-pura akan segera dibangun, seperti waktu itu semak belukar telah ditebas, tanah seolah sudah diukur.
Jembatan tersebut sebagaimana yang dilansir di media masa akan memakan biaya yang luar biasa besar sehingga Badan Otorita Batam akan mengundang pihak swasta untuk mewujudkan hal itu. Jika jembatan itu akan dibangun oleh pihak swasta, apakah itu dari dalam negeri murni, dari luar negeri murni atau gabungan dari keduanya. Pihak yang tertarik akan memperlajarinya secara seksama, terutama masalah pengembalian modal yang telah dikeluarkan. Apakah menguntungkan atau merugikan, dan berapa lama akan kembali. Jika kedua faktor tersebut jawabannya negatif artinya tidak menguntungkan dan memakan waktu lama untuk mengembalikan modal. Para pemilik modal / investor tentu tidak akan mau, karena yang dihitung adalah untung rugi. Lalu apakah benar dengan adanya jembatan itu secara otomatis akan membuka keterisolasian, akan meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan?, belum tentu.
Mari kita coba menelaah secara sederhana. Dari sumber mana pemilik modal berharap uang yang telah ia tanamkan akan kembali. Tentu saja pemilik modal berharap, sumber pengembalian uangnya adalah dari pengguna jembatan itu sendiri. Arus lalu lintas manusia dan barang yang menggunakan kendaraan melewati jembatan adalah hal penting yang patut diperhitungkan. Berikut hal-hal yang patut diperhitungkan pemilik modal untuk tertarik menanamkan modal agar memperoleh keuntungan bukan kebuntungan.
Pertama Jumlah Penduduk. Penduduk Batam dan Bintan untuk dapat dikatakan mampu memberikan keuntungan terhadap jembatan tersebut haruslah cukup besar padat dan merata, sehingga dimungkinkan pergerakan manusia akan sangat tinggi untuk melewati jembatan tersebut, konon katanya jumlah ideal penduduk Batam dan Bintan harus puluhan juta orang agar jembatan itu memperoleh keuntungan. Padahal saat ini jumlah penduduk di Batam dan Bintan hanya beberapa juta orang saja. Perbandingan jumlah penduduk antara Batam dengan Bintan juga tidak seimbang, konsentrasi penduduk lebih banyak di Batam. Ketidakmerataan penduduk ini jelas tidak menguntungkan. Orang Batam tentu harus memiliki alasan kuat untuk setiap hari ke Bintan begitu sebaliknya.
Salah satu cara yang paling baik untuk memecahkan persoalan penduduk tersebut adalah memindahkan pemukiman, pusat pemerintahan atau industri dari Batam ke Bintan. Cara lainnya adalah menambah / memasukkan investasi secara besar-besaran yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah besar pula. Dengan demikian secara otomatis jumlah penduduk akan bertambah secara drastis di Bintan. Atau memindahkan semua industri dari Batam ke Bintan seperti, restoran, pasar, sekolah, sepatu, garmen, bengkel kendaraan serta suku cadangnya ke Bintan. Batam hanya diperuntukan bagi industri skala besar, teknologi tinggi dan penanaman modal asing murni. Pemindahan dimaksud tentu tidak dengan mudah dapat dilakukan karena banyak aspek, sosial budaya serta aturan yang sangat berbeda antara Batam dengan Bintan. Orang Batam juga akan sulit pindah ke Bintan yang sudah terbiasa dengan suasana metropolitan sedang Bintan minim infrastruktur.
Kedua Pemilik Kendaraan yang berjumlah besar di kedua daerah tersebut juga menjadi harapan. Kendaraan tersebut dengan leluasa bergerak dari dan menuju Batam, perhitungannya tentu tidak dalam jumlah puluhan tapi ratusan bahkan jika perlu ribuan perharinya yang melewati jembatan. Sekarang ini jumlah pemilik kendaraan antara Batam dan Bintan juga tidak seimbang. Jika jumlah ideal penduduk Batam dan Bintan 30 juta orang maka kendaraan yang dimiliki penduduk harus lebih dari separuh jumlah penduduk itu. Disamping itu apakah mudah merubah kebijakan tentang kendaraan di Batam yang bernomor polisi X, tidak boleh keluar Batam. Asumsi diawal tulisan ini adalah untuk mengembalikan modal dan untung, adalah frekwensi penggunaan jembatan. Artinya pemilik kendaraan yang menggunakan jembatan harus dalam jumlah besar setiap harinya, tidak bisa ditawar.
Ketiga Keseimbangan Usaha antara Batam dan Bintan sehingga ada faktor yang menyebabkan kedua penduduk daerah tersebut harus bergerak setiap waktu melewati jembatan. Lalu lintas orang seperti dimaksud tentu bukan karena sekedar santai dan tanpa tujuan, tapi dikerenakan mengurus pekerjaan / usaha, faktor arus barang, ekspor impor antara Batam dan Bintan dalam jumlah ribuan orang setiap waktu yang memang harus melewati jembatan,. Apakah hal ini sudah terpenuhi?. Lagi-lagi persoalannya tidak semudah yang kita bayangkan??!!. Keseimbangan usaha yang saling berhubungan antara Batam dan Bintan diperlukan guna menjamin lalulintas manusia dan barang setiap waktu. Dengan kata lain dalam 10 hingga 25 tahun kedepan jembatan sulit mendatangkan keuntungan.
Menentukan besarnya biaya masuk ke jembatan (pajak) bagi pengguna jembatan itu juga bukanlah perkara mudah, terlalu murah tak dapat untung atau lama baru beruntung. Terlalu mahal pengguna jembatannya hanya kalangan terbatas dan tak mampu bersaing dengan angkutan yang memang sudah mapan seperti speedboad.
Gambarannya adalah aktifitas dan pergerakan serta jumlah penduduk, pemilik kendaraan, penyebaran industri/usaha di Batam dan Bintan haruslah seperti Ibukota Jakarta dan sekitarnya (Bekasi, Tangerang, Bogor, dsb). Bila persoalan-persoalan diatas mampu diatasi maka pembangunan JEMBATAN BATAM BINTAN benar-benar akan mengundang pemilik modal untuk berinvestasi, dengan kata lain bagaimana pemilik modal akan tertarik jika peluang untung dan pengembalian modal tidak ada. Akhirnya kampanye tentang pembangunan jembatan, untuk membuka keterisolasian dan mencapai pemerataan pembangunan jangan menjadi sebuah PEPESAN KOSONG. Lihatlah kasus Jembatan BARELANG hingga memasuki belasan tahun belum maksimal manfaatnnya, Ingat bahwa kita bukanlah aladin dalam membangun Propinsi KEPRI.
Rencana pembangunan Jembatan Batam-Bintan sesungguhnya rencana lama sang perancang Batam yaitu BJ. Habibie. Jadi rencana itu tidak secara mendadak dan begitu saja ada. Habibie merencanakan hal itu secara matang dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kemungkinan, dan tidak mungkin sekedar dibangun tanpa didukung faktor-faktor lain yang mendukung. Jembatan itu jika ada dan selesai sungguh luar biasa indah dan benar-benar prestius. Sebuah kebanggaan dan lambang keberhasilan. Lalu apakah hal itu mungkin dilaksanakan dalam waktu dekat ini, nanti dulu!!??. Setelah membaca tulisan ini anda diharapkan memahami bahwa kita bukanlah “aladin”. Tulisan ini tidak dalam analisis angka-angka, hanya logika.
Tulisan ini pertama kali saya buat ketika akan diadakannya pemilihan Gubernur Pertama Propinsi Kepulauan Riau Tahun 2004 yang lalu dan pernah saya masukkan ke sebuah harian yang terbit di KEPRI (namun sayang harian tersebut kini almarhum). Salah satu calon Gubernurnya menggembar-gemborkan masalah pembangunan jembatan ini, sehingga banyak yang teryakin-yakin namun hingga hari ini tanda-tanda jembatan itu akan dibangun belum ada. saya yakin pemilihan Gubernur yang akan datang ini akan digembar-gemborkan lagi. Juga dengan berpura-pura akan segera dibangun, seperti waktu itu semak belukar telah ditebas, tanah seolah sudah diukur.
Jembatan tersebut sebagaimana yang dilansir di media masa akan memakan biaya yang luar biasa besar sehingga Badan Otorita Batam akan mengundang pihak swasta untuk mewujudkan hal itu. Jika jembatan itu akan dibangun oleh pihak swasta, apakah itu dari dalam negeri murni, dari luar negeri murni atau gabungan dari keduanya. Pihak yang tertarik akan memperlajarinya secara seksama, terutama masalah pengembalian modal yang telah dikeluarkan. Apakah menguntungkan atau merugikan, dan berapa lama akan kembali. Jika kedua faktor tersebut jawabannya negatif artinya tidak menguntungkan dan memakan waktu lama untuk mengembalikan modal. Para pemilik modal / investor tentu tidak akan mau, karena yang dihitung adalah untung rugi. Lalu apakah benar dengan adanya jembatan itu secara otomatis akan membuka keterisolasian, akan meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan?, belum tentu.
Mari kita coba menelaah secara sederhana. Dari sumber mana pemilik modal berharap uang yang telah ia tanamkan akan kembali. Tentu saja pemilik modal berharap, sumber pengembalian uangnya adalah dari pengguna jembatan itu sendiri. Arus lalu lintas manusia dan barang yang menggunakan kendaraan melewati jembatan adalah hal penting yang patut diperhitungkan. Berikut hal-hal yang patut diperhitungkan pemilik modal untuk tertarik menanamkan modal agar memperoleh keuntungan bukan kebuntungan.
Pertama Jumlah Penduduk. Penduduk Batam dan Bintan untuk dapat dikatakan mampu memberikan keuntungan terhadap jembatan tersebut haruslah cukup besar padat dan merata, sehingga dimungkinkan pergerakan manusia akan sangat tinggi untuk melewati jembatan tersebut, konon katanya jumlah ideal penduduk Batam dan Bintan harus puluhan juta orang agar jembatan itu memperoleh keuntungan. Padahal saat ini jumlah penduduk di Batam dan Bintan hanya beberapa juta orang saja. Perbandingan jumlah penduduk antara Batam dengan Bintan juga tidak seimbang, konsentrasi penduduk lebih banyak di Batam. Ketidakmerataan penduduk ini jelas tidak menguntungkan. Orang Batam tentu harus memiliki alasan kuat untuk setiap hari ke Bintan begitu sebaliknya.
Salah satu cara yang paling baik untuk memecahkan persoalan penduduk tersebut adalah memindahkan pemukiman, pusat pemerintahan atau industri dari Batam ke Bintan. Cara lainnya adalah menambah / memasukkan investasi secara besar-besaran yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah besar pula. Dengan demikian secara otomatis jumlah penduduk akan bertambah secara drastis di Bintan. Atau memindahkan semua industri dari Batam ke Bintan seperti, restoran, pasar, sekolah, sepatu, garmen, bengkel kendaraan serta suku cadangnya ke Bintan. Batam hanya diperuntukan bagi industri skala besar, teknologi tinggi dan penanaman modal asing murni. Pemindahan dimaksud tentu tidak dengan mudah dapat dilakukan karena banyak aspek, sosial budaya serta aturan yang sangat berbeda antara Batam dengan Bintan. Orang Batam juga akan sulit pindah ke Bintan yang sudah terbiasa dengan suasana metropolitan sedang Bintan minim infrastruktur.
Kedua Pemilik Kendaraan yang berjumlah besar di kedua daerah tersebut juga menjadi harapan. Kendaraan tersebut dengan leluasa bergerak dari dan menuju Batam, perhitungannya tentu tidak dalam jumlah puluhan tapi ratusan bahkan jika perlu ribuan perharinya yang melewati jembatan. Sekarang ini jumlah pemilik kendaraan antara Batam dan Bintan juga tidak seimbang. Jika jumlah ideal penduduk Batam dan Bintan 30 juta orang maka kendaraan yang dimiliki penduduk harus lebih dari separuh jumlah penduduk itu. Disamping itu apakah mudah merubah kebijakan tentang kendaraan di Batam yang bernomor polisi X, tidak boleh keluar Batam. Asumsi diawal tulisan ini adalah untuk mengembalikan modal dan untung, adalah frekwensi penggunaan jembatan. Artinya pemilik kendaraan yang menggunakan jembatan harus dalam jumlah besar setiap harinya, tidak bisa ditawar.
Ketiga Keseimbangan Usaha antara Batam dan Bintan sehingga ada faktor yang menyebabkan kedua penduduk daerah tersebut harus bergerak setiap waktu melewati jembatan. Lalu lintas orang seperti dimaksud tentu bukan karena sekedar santai dan tanpa tujuan, tapi dikerenakan mengurus pekerjaan / usaha, faktor arus barang, ekspor impor antara Batam dan Bintan dalam jumlah ribuan orang setiap waktu yang memang harus melewati jembatan,. Apakah hal ini sudah terpenuhi?. Lagi-lagi persoalannya tidak semudah yang kita bayangkan??!!. Keseimbangan usaha yang saling berhubungan antara Batam dan Bintan diperlukan guna menjamin lalulintas manusia dan barang setiap waktu. Dengan kata lain dalam 10 hingga 25 tahun kedepan jembatan sulit mendatangkan keuntungan.
Menentukan besarnya biaya masuk ke jembatan (pajak) bagi pengguna jembatan itu juga bukanlah perkara mudah, terlalu murah tak dapat untung atau lama baru beruntung. Terlalu mahal pengguna jembatannya hanya kalangan terbatas dan tak mampu bersaing dengan angkutan yang memang sudah mapan seperti speedboad.
Gambarannya adalah aktifitas dan pergerakan serta jumlah penduduk, pemilik kendaraan, penyebaran industri/usaha di Batam dan Bintan haruslah seperti Ibukota Jakarta dan sekitarnya (Bekasi, Tangerang, Bogor, dsb). Bila persoalan-persoalan diatas mampu diatasi maka pembangunan JEMBATAN BATAM BINTAN benar-benar akan mengundang pemilik modal untuk berinvestasi, dengan kata lain bagaimana pemilik modal akan tertarik jika peluang untung dan pengembalian modal tidak ada. Akhirnya kampanye tentang pembangunan jembatan, untuk membuka keterisolasian dan mencapai pemerataan pembangunan jangan menjadi sebuah PEPESAN KOSONG. Lihatlah kasus Jembatan BARELANG hingga memasuki belasan tahun belum maksimal manfaatnnya, Ingat bahwa kita bukanlah aladin dalam membangun Propinsi KEPRI.
Comments