Mengeruk Untung Dalam Duka
Innalillahi wa'inailaihi rajiun....Telah berpulang ke Rahmahtullah. Bapak Drs. H.M. Sanu Gubernur KEPRI. pada hari Jum'at 8 april 2016, jam 15.15 di RS Abdi Waluyo jakarta. bagi bapak/ibu yg ingin berpartisipasi ntuk memberikan ucapan belasungkawa. Kami dari MEDIA ..... ... menawarjan spice iklan. 1 halaman 10jt. 1/2halaman 6jt. 1/4halaman 3jt. 1/8halaman 1,5jt. Kolektif besar 1jt. Kolektif sedang rp700. Kolektif kecil rp350.. Ntuk pemesanan silahkan hub: M di no 08126159....Besar harapan kami ntuk bpk/ibu memberikan partisipasi. Trimasih..ttd M...........
Demikianlah sebuah sms yang masuk di HP saya tanggal 8 April 2016 pukul 21.33, saya tidak mencoba merubah atau mengurangi sms itu, mungkin karena saya tidak membalas sms itu besoknya Sabtu nomor pengirim sms itu menelpon saya untuk menawarkan iklan dimaksud, tapi saya katakan mohon maaf perusahaan tempat saya bekerja lagi lesu, jadi kami mengucapkan dan berdoa: Inna Lillahi wa inna Ilaihi Rojiun, Semoga Allah mengampuni semua kesalahan dan dosa Pak Sani dan ditempatkan pada sisi-NYA yang paling baik. dan pembicaraan kami pun selesai.
Ketika saya membeli koran terbitan lokal di Hari Sabtu yang cukup ternama itu, benar saja koran itu dipenuhi iklan (sepertinya memang iklan karena ada yang tetap menyebutkan usahanya) ucapan belasungkawa dari berbagai orang, lembaga pemerintah maupun swasta. Koran yang sejati menyajikan berbagai/beragam berita, hari-hari setelah itu dipenuhi iklan serupa dan berita yang seharusnya tetap ada malah hilang/berkurang lebih banyak, tapi iklan/promosi lainnya malah tidak berkurang. Pihak media tersebut sayangnya juga tidak menambah halaman guna mempertahankan berita yang memang wajib disampaikan.
Apakah ini salah?. Ini bukan soal salah atau benar!. Apakah ini termasuk hak masyarakat?, Ini juga bukan soal hak atau bukan. Ini semata soal etika. Saya beri perumpamaan jika tetangga saya seorang yang paling berpengaruh di kampung saya, mendapat musibah, lalu dengan tingkat pengaruhnya itu saya menawarkan kepada orang-orang di kampung saya agar membeli karangan bunga/sejenis, atau membuat tulisan/spanduk kepada saya dan akan di letakkan dijalan-jalan utama.
Bagi saya ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan siapakah yang diuntungkan dari iklan itu, saya atau keluarga yang mendapatkan musibah, siapakah yang dirugikan, tentu saja pelanggan saya karena berkurangnya berita yang seharusnya mereka terima. Dan keuntungan atas iklan itu tidak disebut siapa saja yang akan menerima. Misalnya berapa persen untuk keluarga yang mendapatkan musibah, berapa persen untuk kaum duafa, fakir miskin dan untuk dana sosial lainnya. Sepertinya murni keuntungan untuk media saja. Pertanyaan berikutnya, apakah keluarga yang mendapatkan musibah membaca iklan itu, benarkan mereka membutuhkan iklan itu?, Apakah iklan itu akan dibuat/ditawarkan jika orang-orang biasa, yang tidak berpangkat, tidak berpengaruh, bukan pengusaha besar meninggal?.
Kalau jawabannya TIDAK, tentu iklan itu dibuat/ditawarkan jika ada nilai jualnya, ada nilai keuntungan finansialnya. Saya beranggapan bahwa tidaklah etis mengambil keuntungan disaat orang mendapatkan musibah, duka. Apakah ini termasuk KAPITALISME???.... Saya simak kejadian serupa ini sudah beberapa kali terjadi di Batam. Ketika Orangtua seorang pengusaha/pejabat sukses, besar dan berpengaruh meninggal di Batam. Semoga ini bermanfaat dan menjadi renungan. Mohon maaf.
Comments